Pemuda Muhammadiyah: Ada Faksi, Kabinet Jokowi Tidak Sehat
Senin, 30 November 2015 - 09:13 WIB
Sumber :
- ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf
VIVA.co.id - Polemik antarmenteri hingga Wakil Presiden, diyakini kan berdampak pada kinerja pemerintahan. Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah, yang juga aktivis anti korupsi, Dahnil Anzar Simanjuntak, menilai memang di kabinet terlalu banyak faksi-faksi.
"Dalam kabinet saja bisa ada faksi. Faksi Luhut, Faksi JK, Faksi Rizal, Faksi Rini dan lain-lain. Kondisi kabinet begitu tentu tidak sehat, arah kebijakan pemerintah jadi tidak jelas," kata Dahnil, kepada VIVA.co.id, Senin 30 November 2015.
Para menteri sibuk saling menegasikan. Tapi, di satu sisi, lanjut Dahnil, justru Presiden terkesan tidak mampu mengendalikannya.
"Kondisi seperti ini sudah sejak awal pemerintahan Joko Widodo. Inilah yang membuat investor melihat sulit mendapatkan kepastian bisnis di Indonesia di tengah kecenderungan anggota kabinet yang saling menegasikan," jelasnya.
Perbedaan itu makin runcing, dalam kasus pelaporan oleh Menteri ESDM Sudirman Said, terkait dugaan minta saham PT Freeport oleh Ketua DPR Setya Novanto. Menkopolhukam Luhut Binsar Pandjaitan menilai itu tidak izin Presiden. Tapi, Wapres Kalla justru sebaliknya.
Dalam hal impor beras juga, menurut Dahnil, terlihat perbedaan. Jokowi menegaskan tidak ada impor, sementara Kalla mengatakan ada.
"Kondisi seperti ini terang akan membuat investor dan pelaku ekonomi di Indonesia pesimistis dengan masa depan ekonomi Indonesia, karena dipenuhi dengan ketidakpastian," katanya.
Akibat ini juga, kerja kabinet diyakini Dahnil akan terhambat. "Pasti mengganggu, kebijakan jadi tidak jelas."
Baca Juga :
"Dalam kabinet saja bisa ada faksi. Faksi Luhut, Faksi JK, Faksi Rizal, Faksi Rini dan lain-lain. Kondisi kabinet begitu tentu tidak sehat, arah kebijakan pemerintah jadi tidak jelas," kata Dahnil, kepada VIVA.co.id, Senin 30 November 2015.
Para menteri sibuk saling menegasikan. Tapi, di satu sisi, lanjut Dahnil, justru Presiden terkesan tidak mampu mengendalikannya.
"Kondisi seperti ini sudah sejak awal pemerintahan Joko Widodo. Inilah yang membuat investor melihat sulit mendapatkan kepastian bisnis di Indonesia di tengah kecenderungan anggota kabinet yang saling menegasikan," jelasnya.
Perbedaan itu makin runcing, dalam kasus pelaporan oleh Menteri ESDM Sudirman Said, terkait dugaan minta saham PT Freeport oleh Ketua DPR Setya Novanto. Menkopolhukam Luhut Binsar Pandjaitan menilai itu tidak izin Presiden. Tapi, Wapres Kalla justru sebaliknya.
Dalam hal impor beras juga, menurut Dahnil, terlihat perbedaan. Jokowi menegaskan tidak ada impor, sementara Kalla mengatakan ada.
"Kondisi seperti ini terang akan membuat investor dan pelaku ekonomi di Indonesia pesimistis dengan masa depan ekonomi Indonesia, karena dipenuhi dengan ketidakpastian," katanya.
Akibat ini juga, kerja kabinet diyakini Dahnil akan terhambat. "Pasti mengganggu, kebijakan jadi tidak jelas."