PAN Masuk Kabinet Koalisi Tanpa Syarat Bisa Bubar

Presiden Joko Widodo Jokowi perkenalkan Menteri Kabinet Kerja
Sumber :
  • REUTERS/Darren Whiteside
VIVA.co.id - Kabar perombakan Kabinet Kerja jilid II makin kencang seiring kabar Partai Amanat Nasional (PAN) yang telah siap menyetor lima nama kadernya ke Istana. Hal ini bisa mengganggu kesepakatan koalisi pendukung pemerintahan Jokowi-JK yang sejak awal berkomitmen membentuk koalisi tanpa syarat.

Kepala Kelompok Fraksi (Kapoksi) Partai NasDem, Luthfi A Mutty, mempertanyakan komitmen Presiden, Jokowi merawat koalisi tanpa syarat. "Kalau seperti ini, apakah masih bisa disebut koalisi tanpa syarat?" katanya di Jakarta, Rabu 21 Oktober 2015.

Ia melihat koalisi tanpa syarat bisa batal ketika upaya PAN menawar kursi kabinet diakomodasi Presiden. Itu akan mempengaruhi pendapat publik terhadap dinamika internal kabinet. Selain itu, ia juga khawatir persepsi publik akan menilai presiden inkonsisten dengan keputusannya.

“Kalau konsisten tidak perlu (reshuffle) dengan membagikan kursi,” kata anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia ini.

Luthfi mengakui reshuffle adalah hak prerogeratif presiden. Ia menilai reshuffle ini dinilai sebagai evaluasi Presiden setiap tahun terhadap kinerja para pembantunya yang dinilai tidak berhasil mencapai target yang telah ditetapkan.

Dengan kondisi saat ini Luthfi berharap presiden lebih hati-hati mengocok ulang kabinet. Jika hal itu dilakukan secara serampangan, sekadar untuk mengakomodir kepentingan salah satu partai pendukung dan melenceng dari konsensus awal, maka akan merusak hubungan antar partai di dalam koalisi sendiri.

“PAN kan baru saja masuk kabinet, kalau kemudian di tengah jalan dikasih jatah kursi menteri apa partai lain tak marah. Partai-partai lainnya dalam (Koalisi Indonesia Hebat) KIH sudah berdarah-darah loh memenangkan Jokowi-JK,” katanya.

Luthfi memaparkan dalam kabinet presidensial, kabinet sepenuhnya dibuat oleh Presiden, tanpa harus meminta persetujuan pendukung. Berbeda halnya dengan kabinet parlementer, di mana presiden merupakan bagian dari badan parlemen, sehingga harus mendapat persetujuan pendukung dalam menyusun kabinetnya.

Berangkat dari formulasi itu, ia melihat entitas politik Indonesia memang unik. "Kalau boleh saya sebut, Indonesia ini menganut kabinet presiden kuasi parlementer,” katanya.