Rencana Jokowi Minta Maaf pada Korban HAM Tak Berdasar
Jumat, 21 Agustus 2015 - 15:15 WIB
Sumber :
- satu jam lebih dekat-tvOne
VIVA.co.id - Rencana Presiden Joko Widodo meminta maaf pada korban pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat dinilai tak punya dasar yang kuat. Rencana itu pun dinilai sebatas niatan dan tanpa solusi yang baik bagi para korban.
Baca Juga :
Wakil Ketua DPR Fadli Zon menyatakan keberatan kalau rencana Presiden sebatas itu. "Saya pribadi akan menentang. Apa dasarnya meminta maaf itu,” katanya kepada wartawan di kompleks Parlemen di Jakarta pada Jumat, 21 Agustus 2015.
Fadli menguraikan alasan keberatannya. Kalau Presiden atas nama negara maupun Pemerintah meminta maaf pada korban maupun keluarga korban, itu berarti Pemerintah melakukan kesalahan. Sayangnya Presiden tak pernah mengungkapkan atau membeberkan bentuk-bentuk kesalahan itu, apalagi yang dapat dibuktikan secara hukum.
Alasan lain, konsep rekonsiliasi nasional yang dimaksud Presiden pun tak terang betul rumusannya. “Rekonsiliasinya seperti apa.” Dia mengingatkan bahwa ada Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2004 tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi, tapi kemudian dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi.
Kalau memang Presiden bersungguh-sungguh ingin mewujudkan rekonsiliasi nasional, tentu harus terlebih dahulu dirumuskan konsep dan solusinya hingga jelas. Harus dipilah dan dipilih juga kasus-kasus yang dianggap terjadi pelanggaran HAM berat demi menghindari konflik horisontal karena ada arus kuat masyarakat yang menentang.
Fadli Zon mencontohkan kasus pelanggaran HAM pada peristiwa yang disebut Gerakan 30 September 1965 dan disebut-sebut didalangi Partai Komunis Indonesia (PKI) —meski belakangan muncul versi lain tentang peristiwa itu. Menurutnya, kasus itu masih dianggap sangat sensitif dan berpotensi memicu konflik antarmasyarakat.
“Kita mau menyelesaikan juga, tapi bukan dengan minta maaf dengan PKI. Itu bukan menyelesaikan. Dia mau menciptakan konflik horisontal di tengah masyarakat. Dia mau menciptakan masalah baru," katanya.
Rekonsiliasi
Dalam pidato kenegaraan pada sidang bersama DPD dan DPR pada 14 Agustus 2015, Presiden berkomitmen Rekonsiliasi terhadap korban peristiwa Gerakan 30 September 1965 pun sedang dibahas.
Hal itu sesungguhnya bukan hal baru karena Presiden telah membentuk Komite Rekonsiliasi pada Mei 2015. Komite ditugasi untuk menuntaskan tujuh dugaan tragedi kemanusiaan atau pelanggaran HAM yang terkategori berat.
Kasus-kasus itu adalah tragedi 1965, penembakan misterius pada medio 1980, peristiwa Talangsari, penghilangan orang secara paksa menjelang reformasi, kerusuhan Mei 1998, peristiwa Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II.
Upaya rekonsiliasi bukan hal baru juga. lebih dulu mengakui kesalahan pemerintah berhubungan dengan tragedi 30 September 1965.
Saat itu, tahun 2000, Gus Dur mengajukan permintaan maaf atas pembunuhan terhadap orang-orang yang dituduh komunis. Ia pun menyatakan bahwa semestinya proses peradilanlah yang menentukan kesalahan orang-orang yang dibunuh itu.
Gus Dur juga berujar bahwa bangsa Indonesia akan menerima manfaat dan kebaikan jika rentetan tragedi kemanusiaan pada 1965 itu dibuka kembali untuk mengungkap kebenaran yang sesungguhnya.