Bawaslu: Pilkada Kota Mataram Harusnya Tak Ditunda
Kamis, 13 Agustus 2015 - 20:19 WIB
Sumber :
- VIVA.co.id/Kusnandar
VIVA.co.id - Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Nasrullah mengatakan, Bawaslu tidak sependapat dengan putusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang menunda keikutsertaan Kota Mataram dalam Pilkada 9 Desember 2015 mendatang.
Menurutnya, kasus Kota Mataram berbeda karena masuk dalam kategori sengketa Pemilu. Karenanya, daerah tersebut harus dikeluarkan dari empat daerah yang ditunda keikutsertaannya pada Februari 2017.
"Kasus Mataram kami dengar dan lacak masuk wilayah sengketa pemilu. Sehingga kemarin itu terlampau prematur untuk menjustifikasi untuk ditunda 2017. Oleh sebabnya itu Mataram harus dikeluarkan dulu," kata Nasrullah di kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Jalan MH Thamrin Nomor 14, Jakarta Pusat, Kamis 13 Agustus 2015.
Ia juga menambahkan bahwa Kota Mataram sendiri masih dalam proses ranah hukum. Karena putusan sengketanya bisa diterima atau tidak.
"Masih ada proses upaya hukum, kalau ditolak di panwas pasti ikut jadi peserta, atau ajukan gugatan ke MA," ujarnya.
Bawaslu menegaskan, jika Mataram termasuk wilayah konflik sengketa, maka lebih baik Mataram dikeluarkan dari bagian yang dipastikan ditunda 2017.
"Tak boleh judge begitu. Terserah partai Golkar nanti akan membawanya ke DKPP atau tidak. Kalau Bawaslu konsentrasi ke pengawasan saja. Dipaksakan juga tidak benar, makanya kami minta selektif tapi proses sengketa harus berjalan dengan baik tanpa ada tendensi apapun," paparnya.
Ia menjelaskan versi Bawaslu, bahwa ditolaknya pasangan tersebut oleh KPUD setempat karena dinilai tidak sah mengantongi dukungan dari parpol yang mengusungnya yakni partai golkar.
KPUD setempat menilai Partai Golkar telah terlebih dahulu memberikan dukungan ke pasangan yang sebelumnya telah mendaftar meskipun hanya satu kubu saja.
“Mendukung incumbent kalau tidak salah. Dukungan Golkar ini tidak masuk dalam bagian de jure administratif yang mendukung," terangnya.
Lebih lanjut Nasrullah menerangkan, karena secara adminitratif belum sah, lantaran hanya sekadar mendukung Golkar kelompok tertentu saja. Selain itu ditambah dengan adanya perpanjangan waktu. Maka tidak salah jika Partai Golkar ingin mengusung calon baru dengan membawa rekomendasi dari dua belah pihak baik AL atau ARB.
"Masalahnya setelah itu ketika diusulkan, KPU justru menolak karena menilai Golkar sudah memberikan dukungannya pada calon sebelumnya," kata Nasrullah.
Baca Juga :
Menurutnya, kasus Kota Mataram berbeda karena masuk dalam kategori sengketa Pemilu. Karenanya, daerah tersebut harus dikeluarkan dari empat daerah yang ditunda keikutsertaannya pada Februari 2017.
"Kasus Mataram kami dengar dan lacak masuk wilayah sengketa pemilu. Sehingga kemarin itu terlampau prematur untuk menjustifikasi untuk ditunda 2017. Oleh sebabnya itu Mataram harus dikeluarkan dulu," kata Nasrullah di kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Jalan MH Thamrin Nomor 14, Jakarta Pusat, Kamis 13 Agustus 2015.
Ia juga menambahkan bahwa Kota Mataram sendiri masih dalam proses ranah hukum. Karena putusan sengketanya bisa diterima atau tidak.
"Masih ada proses upaya hukum, kalau ditolak di panwas pasti ikut jadi peserta, atau ajukan gugatan ke MA," ujarnya.
Bawaslu menegaskan, jika Mataram termasuk wilayah konflik sengketa, maka lebih baik Mataram dikeluarkan dari bagian yang dipastikan ditunda 2017.
"Tak boleh judge begitu. Terserah partai Golkar nanti akan membawanya ke DKPP atau tidak. Kalau Bawaslu konsentrasi ke pengawasan saja. Dipaksakan juga tidak benar, makanya kami minta selektif tapi proses sengketa harus berjalan dengan baik tanpa ada tendensi apapun," paparnya.
Ia menjelaskan versi Bawaslu, bahwa ditolaknya pasangan tersebut oleh KPUD setempat karena dinilai tidak sah mengantongi dukungan dari parpol yang mengusungnya yakni partai golkar.
KPUD setempat menilai Partai Golkar telah terlebih dahulu memberikan dukungan ke pasangan yang sebelumnya telah mendaftar meskipun hanya satu kubu saja.
“Mendukung incumbent kalau tidak salah. Dukungan Golkar ini tidak masuk dalam bagian de jure administratif yang mendukung," terangnya.
Lebih lanjut Nasrullah menerangkan, karena secara adminitratif belum sah, lantaran hanya sekadar mendukung Golkar kelompok tertentu saja. Selain itu ditambah dengan adanya perpanjangan waktu. Maka tidak salah jika Partai Golkar ingin mengusung calon baru dengan membawa rekomendasi dari dua belah pihak baik AL atau ARB.
"Masalahnya setelah itu ketika diusulkan, KPU justru menolak karena menilai Golkar sudah memberikan dukungannya pada calon sebelumnya," kata Nasrullah.