Pemberian Uang Pensiun Bagi Koruptor Sungguh Keterlaluan
- odhiwan.blogspot.com
VIVAnews - Ketua Fraksi Hati Nurani Rakyat, Sarifuddin Sudding, menegaskan bahwa koruptor tidak layak mendapatkan fasilitas dari negara, termasuk uang pensiun. Sebab, mereka yang korupsi sudah merugikan rakyat selama dia menjabat sebagai anggora Dewan Perwakilan Rakyat.
Menurut Suding, jika mekanisme yang ada di DPR RI memungkinkan bagi koruptor untuk mendapatkan uang pensiun, maka mekanisme tersebut harus bisa diubah, karena aturan itu dinilai menyakiti rakyat.
"Fraksi Hanura akan mengusulkan agar mekanisme yang ada di DPR RI maupun lembaga negara yang lain dalam hal pemberian uang pensiun bisa diubah," kata Suding Kamis 7 November 2013.
Selain itu, kata Sudding, partainya juga menyetujui upaya pemiskinan koruptor, untuk memberikan efek jera. Salah satu langkah pemiskinan tersebut adalah dengan tidak memberikan semua fasilitas negara, yang semula diperoleh para koruptor, termasuk uang pensiun.
"Upaya ini juga bisa menjadi pelajaran bagi pejabat lain, agar tidak coba-coba melakukan korupsi," kata dia.
Dana pensiun bagi anggota dewan, terang Suding, diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1980 tentang Hak Keuangan Administratif Pimpinan dan Anggota Lembaga Tertinggi atau Tinggi Negara, serta Bekas Pimpinan Lembaga Tertinggi atau Tinggi Negara dan Bekas Anggota Lembaga Tinggi Negara.
Selain itu, uang pensiun itu juga diberikan kepada anggota Dewan yang diganti atau mundur sebelum masa jabatannya habis. Hal tersebut diatur dalam UU MPR DPR, DPD, dan DPRD (MD3). Suding mengatakan, uang pensiun bagi anggota DPR berjumlah 6 sampai 75 persen dari gaji pokok yang diterimanya selama aktif menjadi anggota DPR.
Besaran uang pensiun juga didasarkan pada lamanya masa jabatan seorang anggota DPR. Sementara untuk gaji pokok anggota DPR sendiri bervariasi, dengan nilai minimal Rp4,2 juta. Semakin lama seorang wakil rakyat menjabat, maka gaji pokok anggota dewan akan semakin meningkat.
Baca juga :