Apa Bedanya Debat Capres Amerika dengan Indonesia

Debat terakhir capres Mitt Romney dan Barack Obama
Sumber :
  • REUTERS/Jason Reed

VIVAnews - Debat kandidat Calon Presiden Amerika Serikat (AS) antara Barack Obama dari Partai Demokrat dan penantangnya Mitt Romney dari Partai Republik, telah selesai digelar. Kini warga Amerika Serikat tinggal menunggu waktu untuk pemilihan langsung, yang akan digelar pada 6 November 2012.

Dalam setiap perdebatan, kedua kandidat tersebut saling mengkritisi program maupun kebijakan lawan. Sampai publik merasa bahwa apa yang diperdebatkan itu memang berguna bagi kehidupan mereka. Debat mereka berisi, berguna dan bermartabat.

Rektor Universitas Paramadina, Anies Baswedan, menilai debat yang terbangun dari Pemilu AS patut dipelajari para kandidat presiden di Indonesia.

"Mereka berdebat soal substansi, mereka tunjukkan perbedaan, tapi di sampaikan secara elegan, tidak ada serangan pribadi, cara menyampaikannya pun sangat terlatih," ujar Anies mengomentari debat antara Obama dan Romney di @america, Pasific Palace, Hotel Ritz Carlton Sudirman, Jakarta, Selasa 30 Oktober 2012.

Anies melihat memang ada perdebatan antara kedua Capres AS tersebut, tapi keduanya bukan saling menyerang. Keduanya menyampaikan pendapat dengan dingin dan sistematis. Proses debat Capres AS juga fokus pada kebijakan dan menjawab sesuai dengan pilihan audiens.

Namun saat dimintai perbandingan dengan debat pemilihan pemimpin di Indonesia, Anies memaparkan terdapat perbedaan mendasar. Hal ini dapat dilihat dari debat Pemilu Presiden 2009 lalu.

Anis menilai, masing-masing calon presiden RI kala itu berusaha saling mengkritisi padahal semuanya pernah berada dalam satu kabinet. Pada akhirnya, yang muncul adalah debat kusir diantara para calon.

"Tidak fokus pada masalah. Kita juga punya masalah terkait kultur, mengkritisi kandidat yang pernah dalam satu kabinet," katanya.

Anis berharap Indonesia bisa membangun budaya debat yang lebih bermartabat, bukan seperti debat di talkshow yang tidak berujung.
"Debat adalah sesuatu yang normal, dan menyerang dalam debat juga sesuatu yang normal," tambahnya.

Dalam budaya debat AS, keberadaan pendukung kandidat dalam acara debat lebih banyak dalam posisi pasif, diam, dan menyimak semua paparan masing-masing kandidat.

Sementara di Indonesia, keberadaan pendukung justru membuat debat semakin mengganggu, dengan keriuhan yang mereka lalukan setiap kali kandidat menjawab atau memaparkan program.

Meski demikian, kata Anis, kualitas debat di Indonesia bisa lebih baik, dengan meningkatkan kualitas kandidat yang muncul. "Penyampaian debat yang dingin dan sistematis, ini terkait dengan kandidat. Bila punya kompetensi, artikulasi dan agenda yang jelas, bisa lebih baik," ujarnya.