MK Sarankan KPU Tak Gunakan Nomor Urut dalam Pilkada
- VIVA.co.id/Andrew Tito
Jakarta, VIVA – Mahkamah Konstitusi (MK) menyarankan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk tidak menggunakan nomor urut pada Pilkada yang akan datang. Pasalnya, penggunaan nomor urut banyak menyebabkan masalah.
Mulanya, Hakim Saldi Isra menggelar sidang perselisihan atau sengketa Pilkada dengan nomor perkara 223/PHPU.WAKO-XXIII/2025 di Jakarta Pusat, Jumat, 17 Januari 2025 terkait Pilkada Tangerang Selatan.
Kuasa hukum KPU Tangerang Selatan, Saleh mengaku pihaknya sebagai termohon digugat karena dugaan pelanggaran netralitas penyelenggara Pemilu dengan menayangkan iklan satu jari di salah satu tayangan stasiun tv swasta.
Iklan tersebut, kata Saleh, tayang pada 21 November 2024 saat debat pasangan calon. Pada 22 November 2024, KPU Tangerang Selatan telah melakukan evaluasi dan meminta stasiun TV itu untuk menghapus iklan tersebut.
"Di tanggal 23 November, stasiun TV telah melakukan take down terhadap iklan layanan masyarakat tersebut. Kemudian di tanggal 24 November 2024 menerima surat dari Bawaslu Kota Tangerang Selatan yang intinya meminta kepada kami termohon untuk melakukan perbaikan terhadap iklan layanan masyarakat, take down," kata Saleh.
Setelah itu, Hakim Saldi mencontohkan gestur satu jari yang tayang pada iklan tersebut. Ia menyarankan KPU untuk tidak menggunakan nomor urut pada Pilkada.
Sebab, nomor urut tersebut bisa saja menjadi masalah ketika ada gestur jari yang muncul menjelas Pemilu.
"Ke depan, ini kalau paslon dua, tiga, nggak usah dikasih nomor lagi. Yang penting gambarnya dicoblos gitu. Ini soal angka ini, itu memang repot, karena kadang-kadang orang sudah kebiasaan begini (menunjuk satu jari), lalu tiba-tiba dianggap berpihak," tutur Saldi.
Hakim Saldi juga meminta KPU memperhatikan kembali penggunaan nomor urut. Ia mengatakan penggunaan nomor urut dapat diatur ulang oleh DPR dan pemerintah dalam revisi UU Pilkada.
"Ini bisa diperhatikan KPU. Kalau calonnya terbatas, ya nggak perlu juga pakai nomor urut sekarang. Supaya kolomnya saja jelas, sudah berdasarkan kolomnya saja itu dihitung ke depan, supaya kita tidak bias soal angka-angka begini. Silakan biar didengar oleh KPU. Tapi UU-nya menyuruh ada angka, ya? Biar UU-nya diubah oleh pembentuk UU besok," pungkasnya.
Sebagai informasi, pasangan calon Wali Kota-Wakil Wali Kota Tangsel nomor urut 2 Ruhamaben-Shinta Wahyuni menuding ada pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) di Pilkada Tangsel. Salah satunya ialah dugaan pelanggaran menggerakkan aparatur sipil negara (ASN).
Pemohon juga mendalilkan jika KPU Tangsel telah melakukan keberpihakan terhadap pasangan Benyamin-Pilar. Dia mengatakan KPU Tangsel membuat iklan dengan simbol satu jari.