Soroti Manuver PDIP soal PPN 12 Persen, PKB: Kenapa Dulu Menyetujui Lalu Sekarang Menolak

Bendara PDIP (Ilustrasi)
Sumber :
  • VIVA/M Ali Wafa

Jakarta, VIVA - Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen mulai Januari 2024 menuai pro kontra. Pemberlakukan PPN 12 persen merupakan mandat Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang sudah disahkan DPR RI periode lalu dan diteken pemberlakuannya oleh Presiden Jokowi pada Oktober 2021. 

Namun, kebijakan pemerintah yang tetap memberlakukan PPN 12% dikritisi sejumlah pihak termasuk elite PDI Perjuangan (PDIP). Manuver PDIP pun jadi sorotan PKB.

Menurut Wakil Ketua Umum DPP PKB Faisol Riza, jika PDIP keberatan dengan pemberlakuan PPN 12% sesuai UU HPP, masyarakat sebaiknya menguji melalui judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK). 

"PDIP kan ikut menyetujui saat pengesahan, silakan teman-teman PDIP berargumentasi kembali dalam sidang JR di MK kenapa dulu menyetujui lalu sekarang menolak," kata Faisol Riza, Senin, 23 Desember 2024.

Faisol menyarankan agar pemerintah sebaiknya diberi kesempatan untuk menjalankan Undang-undang demi menjaga kebijakan fiskal nasional. Selain itu, demi keberlangsungan berbagai jenis subsidi untuk rakyat.

"Berilah kesempatan pemerintah untuk menjalankannya. Toh, kalau pajak kembalinya juga tetap kepada rakyat melalui belanja pemerintah seperti bansos atau subsidi listrik, elpiji dan BBM," tuturnya.

Waketum PKB, Faisol Riza usai menemui Presiden RI terpilih periode 2024-2029, Prabowo Subianto di Jalan Kertanegara IV, Jakarta Selatan

Photo :
  • VIVA.co.id/Yeni Lestari

Dia merasa heran dengan PDIP sekarang yang sepertinya setuju pencabutan subsidi untuk rakyat. "Masa PDIP sekarang lebih setuju pencabutan subsidi untuk rakyat?" jelas Riza.

Lebih lanjut, dia menuturkan, pajak adalah bentuk nyata eksistensi negara dan bangsa. Kata dia, pajak dibuat untuk digunakan bagi kepentingan bersama. 

Faisal bilang dengan semakin maju negara maka biasanya rasio pajak akan semakin besar. Negara yang besar membutuhkan pajak besar untuk membiayai pembangunan. 

“Indonesia saat ini sudah menjadi anggota G20 dan G8, karena tergolong sebagai negara besar. Maka wajar jika pendapatan negara dituntut semakin besar dari sektor pajak,” ujarnya.

Pun, dia kembali mengajak semua pihak untuk beri kesempatan kepada pemerintahan Prabowo untuk mensukseskan program yang mendukung kesejahteraan rakyat. 

"Kalau kita tidak menambah pajak dari mana kita akan membiayai gaji guru, sertifikasi guru, pembangunan gedung sekolah, 3 juta rumah untuk rakyat, makan bergizi gratis, dan lainnya," tutur Faisol.

"Pajak adalah sarana kita untuk membangun. Kalau tidak nambah PPN, kita pasti sudah memangkas subsidi bahkan bisa mencabut banyak jenis subsidi," ujar aktivis 98 itu.

Namun, Riza juga berpandangan perlu pengawasan terhadap pelaksanaan belanja pemerintah dalam menjalankan UU terkait PPN 12 persen.

"Sekali lagi, berikan kesempatan kepada pemerintah menjalankan UU menyangkut PPN 12 persen. Kita awasi pelaksanaannya agar tidak disalahgunakan atau terjadi kebocoran. Setelah itu kita evaluasi bersama pelaksanaannya," ujar Riza.