Gus Yahya: Masyarakat Perlu Dengar Penjelasan Pemerintah soal PPN 12 Persen

Ketum PBNU KH Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya di Surabaya.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Nur Faishal (Surabaya)

Jakarta, VIVA - Ketua Umum NU Yahya Cholil Staquf berpandangan masyarakat perlu mendengar penjelasan pemerintah secara utuh tentang rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen, agar memahami konteks yang menyertai lahirnya kebijakan tersebut.

"Dan tentu saja, terkait juga dengan benefit apa yang ditawarkan kepada rakyat sebagai hasil dari kebijakan tersebut. Itulah kenapa, masyarakat butuh mendengar penjelasan dari pemerintah tentang keseluruhan konteks kebijakan yang tengah mendapat atensi luas masyarakat ini," kata Gus Yahya, sapaannya dalam keterangan di Jakarta, Jumat, 20 Desember 2024.

Menurut rencana pemerintah baru akan mulai mengefektifkan penerapan kebijakan kenaikan PPN itu pada 1 Januari 2025.

Ilustrasi Pajak.(istimewa/VIVA)

Photo :
  • VIVA.co.id/B.S. Putra (Medan)

Maka dengan penjelasan pemerintah yang utuh, kata dia, masyarakat akan tahu agenda dan problematika apa yang melahirkan urgensi penyesuaian pajak itu serta bagaimana nalar fiskalnya.

Gus Yahya berharap dari penjelasan pemerintah itu, masyarakat pada akhirnya akan bisa memahami kebijakan pemerintah terkait kenaikan pajak tersebut.

"Sehingga masyarakat tidak sekadar menyerukan tuntutan-tuntutan parsial. Yang jika itu terjadi, akan berakibat pada terganggunya hubungan dialogis pemerintah dengan masyarakat," kata dia.

Sebelumnya Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani dalam penjelasannya mengatakan kenaikan PPN itu diperlukan sebagai upaya meningkatkan penerimaan negara guna mendukung stabilitas ekonomi nasional.

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati

Photo :
  • VIVA.co.id/Anisa Aulia

"Kenaikan itu sesuai dengan amanat Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Langkah ini bertujuan menjaga keseimbangan fiskal di tengah tantangan ekonomi global," katanya.

Kebijakan kenaikan PPN ini, kata Menkeu, bersifat selektif dan hanya menyasar barang dan jasa kategori mewah atau premium.

Mengutip kemenkeu.go.id, barang dan jasa kategori mewah atau premium itu seperti kelompok makanan berharga premium, layanan rumah sakit kelas VIP, dan pendidikan berstandar internasional yang berbiaya mahal.

Sri Mulyani mengatakan setiap melakukan pemungutan pajak, pemerintah selalu mengutamakan prinsip keadilan dan gotong-royong.

Pemerintah, kata Menkeu, juga memberikan stimulus dalam bentuk berbagai bantuan perlindungan sosial untuk kelompok masyarakat menengah ke bawah. Perlindungan itu diantaranya bantuan pangan dan diskon listrik 50 persen.

Selain itu pemerintah juga akan memberi insentif perpajakan seperti, perpanjangan masa berlaku PPh Final 0,5 persen untuk UMKM, insentif PPh 21 DTP untuk industri pada karya, serta berbagai insentif PPN dengan total alokasi mencapai Rp265,6 triliun untuk tahun 2025.

"Insentif perpajakan 2025, mayoritas adalah dinikmati oleh rumah tangga, serta mendorong dunia usaha dan UMKM dalam bentuk insentif perpajakan. Meskipun ada undang-undang perpajakan dan tarif pajak, namun pemerintah tetap peka untuk mendorong barang, jasa dan pelaku ekonomi," kata Menkeu. (ant)