Fahri Hamzah Minta Elit Akhiri Pertengkaran, Sambut Prabowo dan Ucapkan Terima Kasih ke Jokowi

Fahri Hamzah di Gelora Talks
Sumber :
  • Partai Gelora

Jakarta, VIVA – Kepemimpinan pemerintahan Presiden Joko Widodo, tinggal menghitung hari sebelum 20 Oktober 2024. Akan digantikan oleh pemerintahan hasil Pilpres 2024, yang dipimpin Presiden terpilih Prabowo Subianto dan Wakil Presiden terpilih Gibran Rakabuming Raka.

Wakil Ketua Umum Partai Gelora, Fahri Hamzah, memuji sikap Presiden Jokowi dan Prabowo Subianto. Karena keduanya memilih untuk rekonsiliasi, tidak bertengkar walau sama-sama bertarung dalam dua kali pilpres yang berlangsung sengit. Transisi pemerintahan dari Jokowi ke Prabowo, menurut Fahri akan menjadi sejarah sebagai transisi pemerintahan yang damai.
  
"Banyak orang yang tidak mau terima hasil-hasil ini tetapi kita sebagai bangsa yang bersyukur, kita harus mengakui bahwa ada kebesaran jiwa dari pemimpin yang kemudian menyatukan kita," kata Fahri Hamzah, dalam keterangan pers yang diterima, Kamis 26 September 2024.

Jokowi dan Prabowo Makan Bakso Bareng

Photo :
  • Istimewa

Itu dipaparkan Fahri dalam diskusi Gelora Talks bertajuk 'Melepas Jokowi, Menyambut Prabowo, Menyongsong Indonesia Maju', Rabu sore. 

Keberhasilan rekonsiliasi dan transisi pemerintahan yang dilakukan oleh Presiden Jokowi, membuat Fahri tidak heran dengan hasil survei terbaru dari Poltracking. Dimana hasilnya adalah kepuasan publik terhadap kinerja Presiden Jokowi hingga 86,5 persen.

Angka itu, lanjut Wakil Ketua DPR RI periode 2014-2019 tersebut, membuktikan dukungan masyaraka terkait berbagai keputusan yang diambil termasuk rekonsiliasi yang dilakukan Jokowi dan Prabowo.

Maka rekonsiliasi harus menjadi tema bangsa ke depan. Setelah Presiden Jokowi masa tugasnya berakhir pada 20 Oktober 2024, kepemimpinannya akan dilanjutkan oleh Presiden terpilih Prabowo Subianto.

"Transisi pemerintahan akan berjalan lancar tanpa hambatan karena rekonsiliasi dan konsolidasi telah terbangun dengan sangat baik," katanya.

Politisi asal Sumbawa NTB ini juga mendorong dilakukannya evaluasi terhadap sistem presidensial yang banyak terjadi pergeseran.  "Hari-hari ini memang kita memerlukan konsolidasi presidensial bahwa presiden terpilih adalah satu-satunya power di ranah eksekutif," katanya. 

Kerap kali, lanjut Fahri, terjadi persaingan antar kementerian yang membuat kekuasaan di eksekutif tidak solid. Yang ini menurutnya membuat terlalu banyak power yang liar yang menjadi pengendali di ranah eksekutif.

"Sehingga anggota kabinet itu tidak solid antara kementerian yang harusnya bersatu karena beririsan malah saling mengiris, ini harus diakhiri," katanya.

Maka dari itu, masa transisi pemerintahan ini menjadi momentum penting bagi bangsa Indonesia untuk bersatu dan mendukung pemerintahan yang baru demi masa depan yang lebih baik.

Meski dia melihat, ada saja yang ingin mengganggu soliditas di bawah kepemimpinan Prabowo Subianto. Yakni dengan cara menyingkirkan Gibran. Menurut Fahri, ini sebagai niat koalisi yang tidak tulus.

"Kalau mau ikhlas (bergabung), terima hasil pemilu ungkapkan terima kasih kepada Pak Prabowo dan Pak Jokowi yang telah mempersatukan kita dan akui bahwa kepemimpinan Pak Jokowi dalam memimpin kita selama ini ada banyak keberhasilan yang harus kita terima, baru kita bisa bergabung," tegasnya.

"Kita semua harus berpikir, bagaimana menyongsong kemajuan kita yang sudah kita rancang 2045 pada saat 100 tahun Indonesia merdeka. Dimana kita betul-betul sudah menjadi negara industri dengan tingkat perkapita dan kesejahteraan yang tinggi, sehingga menciptakan peradaban yang baik," lanjut dia.

Menurutnya, pertengkaran elit harus segera diakhiri karena yang dipersoalkan justru karena alasan yang tidak jelas.  

"Kita sambut Pak Prabowo dan mengucapkan terima kasih kepada Pak Jokowi. Mudah-mudahan mereka tetap bersatu, sehingga pembangunan kita bisa lebih lancar," tutup Fahri.