Petahana Maju Lagi di Pilkada Kukar Potensi Tiga Periode, KPU Diingatkan Patuhi Putusan MK
- ANTARA Foto/Hafidz Mubarak
Jakarta, VIVA – Aliansi Masyarakat Sipil yang terdiri dari Perhimpunan Advokat Pro Demokrasi (PAPD), Komite Antkorupsi Indonesia (KAKI), Gerakan Rakyat Tolak Aktor Koruptor (Gertak), dan Indonesia Development Monitoring (IDM) mendatangi kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI di Jakarta, Rabu pekan lalu. Mereka mendesak agar Bawaslu membatalkan pencalonan Edi Damansyah sebagai Bupati Kutai Kartanegara dalam Pilkada 2024.
Koordinator Aliansi, Arifin Nur Cahyono, menyatakan bahwa tuntutan ini berlandaskan pada Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 2/PUU-XXI/2023. Putusan tersebut mengkaji kedudukan hukum Edi Damansyah yang sudah menjabat dua periode sebagai bupati Kutai Kartanegara.
Arifin menegaskan bahwa Edi Damansyah seharusnya didiskualifikasi karena telah menjalani dua periode masa jabatan, baik secara definitif maupun sebagai penjabat sementara. “MK menegaskan bahwa seluruh masa jabatan, termasuk sebagai penjabat sementara, dihitung sebagai masa jabatan penuh,” ujar Arifin di depan Gedung Bawaslu RI.
Beberapa poin penting yang disoroti Aliansi Masyarakat Sipil antara lain:
1. Putusan Mahkamah Konstitusi: MK menyatakan tidak ada perbedaan antara Penjabat (Pj), Pelaksana Tugas (Plt), atau Penjabat Sementara (Pjs); semua masa jabatan tersebut dihitung sebagai masa jabatan kepala daerah;
2. Rapat Dengar Pendapat (RDP) DPR RI: Pada 15 Mei 2024, dalam RDP bersama Ketua KPU RI, Ketua Bawaslu RI, dan Ketua DKPP, dibahas bahwa kepala daerah yang menjalankan tugas sebagai pengganti juga dianggap telah menduduki jabatan tersebut;
3. Pernyataan Ketua KPU R: Hasyim Asy’ari menyatakan bahwa wakil kepala daerah yang melaksanakan tugas sebagai bupati atau kepala daerah dihitung sebagai telah menduduki jabatan tersebut;
4. Situasi di Kutai Kartanegara: Edi Damansyah sebelumnya menjabat sebagai wakil bupati dan pelaksana tugas bupati menggantikan Rita Widyasari yang terjerat kasus hukum, sebelum menjadi bupati definitif pada periode 2019-2021.
Arifin menegaskan bahwa pencalonan Edi Damansyah melanggar ketentuan hukum. “Kami minta Bawaslu segera bertindak sesuai dengan Putusan MK untuk memastikan prinsip-prinsip demokrasi ditegakkan,” ujarnya.
Dalam konteks yang sama, Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri juga menegaskan pentingnya ketaatan terhadap putusan MK. Megawati menegaskan bahwa MK memiliki kedudukan yang lebih tinggi daripada KPU dan menuntut agar KPU mematuhi keputusan MK.
“KPU harus menjalankan putusan MK. Jangan ada keraguan tentang hal ini,” tegas Megawati dalam sambutannya di acara dukungan PDIP terhadap calon kepala daerah di kantor pusat PDIP, Jakarta, 22 Agustus.
Petahana potensi menjabat tiga periode
Selain pasangan petahana Edi Damansyah-Rendi Solihin, ada pasangan Dendi Suryadi-Alif Turiadi dan pasangan perseorangan Awang Yacoub Lutman-Ahmad Zaid. Yang menjadi sorotan masyarakat saat ini adalah petahana Edi Damansyah-Rendi Solihin karena sudah dua periode menjabat.
"Yang jelas melanggar konstitusi: putusan MK tidak membolehkan MK maju karena sudah dianggap dua periode," kata Alif Turiadi, bakal calon wakil bupati pasangan Dendi Suryadi, dalam keterangan tertulisnya yang diterima VIVA, Rabu, 18 September.
Masalahnya, katanya, ada klausul pada pasal 19 di dalam Peraturan KPU yang dijadikan acuan bahwa petahana bisa mengikuti pilkada. Tetapi, dia ingin menegakkan undang-undang dan jika memang putusan MK merupakan putusan akhir dan mengikat, semua orang wajib mematuhinya,
"Kalau sampai tidak mematuhi putusan MK, artinya kan memang mengangkangi undang-undang, konstitusi, kita; mencederai konstusi kita. Itu harus kita tegakkan. Itu harus kita suarakan. Karena, kalau sampai ini terjadi, bahwa MK ini pun tidak menjadi acuan hukum kita," kata Alif.
Dia dan pasangannya, Dendi Suryadi, termasuk juga masyarakat umum dan beberapa kelompok ormas, sudah mengingatkan KPU akan keputusannya yang meluluskan pencalonan Edi Damansyah-Rendi Solihin. Dia berharap KPU mengkaji ulang keputusannya. "Jangan sampai menjadi keputusan yang inkonstitusional," ujarnya.
Sejumlah kelompok masyarakat sudah menyampaikan aspirasi mereka melalui aksi demonstrasi, menuntut KPU agar mematuhi putusan MK. Jika, sesuai putusan MK, pasangan Edi Damansyah-Rendi Solihin dianggap tidak memenuhi syarat, dia menekannkan, KPU harus segera tegas mengambil tindakan.
"Itu yang terpenting, jangan sampai berlarut larus seperti ini: si paslon merasa diperbolehkan, sehingga mereka berasumsi mereka bisa maju, nah, sementara aturan tidak membolehkan," katanya.
"KPU menjadi wasit, wasit yang netral. Kalau ini maju lagi, berarti mereka tiga periode," dia menambahkan.