DPR Usul Pemerintah Tiru AS Atasi Kasus Kekerasan pada Anak dengan Layanan CPS

Bendahara Umum Nasdem sekaligus Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Ahmad Sahroni
Sumber :
  • DPR RI

Jakarta, VIVA - Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni mengusulkan pemerintah Indonesia meniru program yang dilakukan Amerika Serikat (AS) dalam mengatasi kasus kekerasan pada anak-anak, mengingat kondisi saat ini sudah darurat kekerasan anak.
 
Ahmad Sahroni mengatakan bahwa kasus penganiayaan terhadap anak di Indonesia itu masih sangat tinggi dan kian mengkhawatirkan. Berdasarkan laporan yang diterima, pada tahun 2023 tercatat ada belasan ribu kasus.
 
"Dan mengingat kecenderungannya yang terus meningkat, saya rasa pemerintah bersama penegak hukum harus mempertimbangkan upaya intervensi baru, yang tidak hanya hukuman pidana bagi pelaku," ujar Sahroni dalam keterangan tertulisnya yang diterima di Jakarta, Kamis, 12 Agustus 2024.

Ilustrasi masyarakat dari berbagai aliansi melakukan aksi damai bertajuk stop kekerasan seksual anak. Aksi digelar di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta

Photo :
  • ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

 
Ia menyebutkan salah satu intervensi yang perlu adalah memutus akses pelaku kekerasan dengan memberlakukan larangan komunikasi maupun bertemu dengan korban.

"Cara itu sudah dilakukan di Amerika Serikat dengan Layanan Child Protective Services (CPS)," kata Sahroni.
 
Menurut dia, layanan itu bisa menyelamatkan anak dari keluarganya yang melakukan kekerasan dengan cara mengambil anak tersebut dan pengasuhannya. Setelah itu, diberikan kepada wali atau pihak yang dianggap mampu ciptakan rasa aman.
 
"Pelaku juga bisa benar-benar dilarang untuk bertemu anaknya. Jadi, tidak hanya pidana, tetapi benar-benar kita jauhkan si anak dari sumber traumanya," kata dia.

Ilustrasi kekerasan pada anak

Photo :
  • Pixabay/Gerd Altmann

 
Sahroni menilai program itu bisa memberikan efek jera kepada pelaku karena akses mereka terhadap korban anak-anak telah terputus. Selama di bawah CPS, anak-anak di Amerika Serikat akan mendapat layanan penyembuhan, trauma healing, dan reintegrasi kembali.
 
"Saya rasa negara harus mengatur sedetail ini karena anak-anak adalah masa depan bangsa. Tidak bisa kita punya generasi masa depan yang penuh dengan ketakutan, trauma dan mental yang terluka,” katanya.
 
Saat ini, menurut dia, di media sosial beredar sebuah video yang memperlihatkan seorang siswi SD berusia 10 tahun mengalami penganiayaan di Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan.

Video tersebut juga diunggah oleh Sahroni melalui akun Instagram resminya dengan keterangan video yang meminta respons dari Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo.
 
Bocah itu, kata dia, dianiaya oleh pamannya, FR (44), lantaran kerap mencuri uang milik neneknya. Kepolisian setempat mengomentari unggahan Sahroni itu, kemudian yang bersangkutan sudah ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka. (ant)