DPR Revisi UU Pilkada untuk Anulir MK Bentuk Pembangkangan Konstitusi, Menurut Pengamat

Ilustrasi logo Mahkamah Konstitusi.
Sumber :
  • VIVA/M Ali Wafa

Jakarta, VIVA - Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah menilai upaya Badan Legislasi DPR RI menganulir putusan Mahkamah Konstitusi (MK) merupakan pembangkangan terhadap konstitusi.

Hal yang dilakukan oleh DPR RI sama saja dengan upaya kudeta, karena tidak patuh dan tunduk pada UUD 1945, karena UUD mengamanatkan putusan Mahkamah Konstitusi bersifat mutlak dan tidak dapat digugat.

“Terlebih, putusan MK dalam perkara Pilkada sudah sejalan dengan UU Pilkada yang sebelumnya dibuat oleh DPR sendiri,” kata Dedi kepada wartawan di Jakarta, Kamis, 22 Agustus 2024.

Sidang Paripurna MPR. (Foto ilustrasi)

Photo :
  • VIVAnews/Anwar Sadat

Menurut Dedi, langkah DPR dengan dalih mengikuti putusan Mahkamah Agung (MA) untuk perkara ambang batas usia calon gubernur dan calon wakil gubernur, padahal ada putusan MK yang menyempurnakan, merupakan satu kekeliruan mendalam.

“Seharusnya putusan MK lebih didahulukan dibanding keputusan MA, karena materi yang diuji merupakan UU. Pengujian terhadap UU merupakan wilayah MK, sementara MA menangani persoalan-persoalan praktis dan konkret, UU bukan persoalan praktis,” kata Dedi. 

Di samping itu, katanya, jika KPU tidak patuh dan tunduk pada putusan MK, dan lebih memilih patuh pada DPR atas keputusan Pilkada 2024, MK punya kewenangan membatalkan hasil Pilkada, sebab secara tegas tidak mengikuti konstitusi yang sudah diputus MK. “Untuk itu, persoalan akan makin rumit dan merusak tatanan konstitusional kita,” ujarnya.

Selain itu, Dedi menyebut Presiden melalui Menteri Dalam Negeri perlu memberi dukungan kepada KPU agar mereka menyelenggarakan Pilkada sesuai konstitusi. 

Ilustrasi persiapan logistik untuk pilkada.

Photo :
  • VIVAnews/ Muhamad Solihin

Dia mencontohkan sebagaimana di Pilpres, KPU secara teguh menjalankan putusan MK, maka di Pilkada kali ini pun demikian. “Jika keputusan MK tidak dijalankan KPU, maka publik layak tidak percaya atas penyelenggaraan Pilpres yang lalu,” kata Dedi. 

Sebagai sanksi, katanya, Baleg DPR layak mendapat hukuman berat karena terbukti telah berupaya membangkang pada putusan konstitusional dan melawan MK.