Sekjen Gerindra Sebut DPR Punya Kewenangan Ubah UU meski Telah Diputuskan MK

Sekjen Partai Gerindra, Ahmad Muzani di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat
Sumber :
  • VIVA.co.id/Yeni Lestari

Jakarta, VIVA – Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Gerindra, Ahmad Muzani menegaskan bahwa Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI memiliki kewenangan untuk mengubah Undang-undang (UU), termasuk UU Pilkada meski telah diputuskan Mahkamah Konstitusi (MK). 

"Karena itu pembahasan Baleg (Badan Legislasi) hari ini adalah bagian dari rangkaian putusan MK yang kemarin telah memutuskan itu. Karena itu, proses ini juga merupakan bagian dari kewenangan yang dimiliki oleh DPR," ujar Muzani kepada wartawan di Gedung JCC, Senayan, Jakarta, Rabu, 21 Agustus 2024.

Saat ditanya soal memuluskan jalan Kaesang Pangarep untuk maju Pilgub, Muzani menegaskan semua pembahasan rapat Baleg DPR RI dilakukan secara terbuka.

"Semua pembahasan dilakukan dengan terbuka dan semua rakyat mengikuti sehingga apa yang telah diputuskan oleh DPR yang gunakan kewenangannya sebagai lembaga pembuat UU telah dilaksanakan setelah membaca, menyimak mendengar dari keputusan MK," katanya.

Sekjen Partai Gerindra, Ahmad Muzani di Jalan Kertanegara IV, Jakarta Selatan, Kamis, 25 April 2024

Photo :
  • VIVA.co.id/Yeni Lestari

Diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan partai politik yang akan mengusung calon gubernur dan calon wakil gubernur di Pilkada 2024 cukup memperoleh suara sebesar 7,5 persen di DPRD pada Pemilu 2024. 

Putusan perkara nomor 60/PUU-XXII/2024 yang diajukan Partai Buruh dan Partai Gelora tersebut dibacakan majelis hakim MK di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa 20 Agustus 2024.

Dalam pertimbangannya, MK menyatakan Pasal 40 ayat (3) yang termaktub pada UU Pilkada inkonstitusional.

Selain itu, Majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan pengubahan penentuan syarat usia minimum dalam UU Pilkada. Tapi dalam pertimbangannya, MK menyatakan bahwa syarat usai calon kepala daerah harus dihitung saat penetapan pasangan calon.

Demikian ketetapan tersebut tertuang dalam putusan nomor 70/PUU-XXII/2024. Gugatan itu diajukan oleh Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, A Fahrur Rozi, dan mahasiswa Podomoro University, Anthony Lee. 

"Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Suhartoyo dalam sidang di Gedung MK, Selasa, 20 Agustus 2024.

Pada putusannya, MK juga membandingkan aturan di Pilkada Serentak 2024 dengan pemilihan lainnya. Sebab, terdapat perbedaan perlakuan penghitungan syarat usia bagi calon kepala daerah dengan calon anggota legislatif dan calon presiden-wakil presiden.

MK mengatakan calon kepala daerah yang tidak memenuhi syarat sebagaimana diatur UU, maka calon itu dapat dinyatakan tidak sah oleh MK dalam sidang sengketa hasil Pilkada.

"Persyaratan dimaksud harus dipenuhi pada proses pencalonan yang bermuara pada penetapan calon," kata hakim Mahkamah Konstitusi Saldi Isra.

Sementara itu, Baleg DPR RI menyepakati batas usia calon gubernur dan calon wakil gubernur minimal 30 tahun, serta 25 tahun untuk calon wali kota dan wakilnya dalam RUU Pilkada. Hal itu dikatakan merujuk Putusan Mahkamah Agung (MA). 

Mayoritas fraksi di DPR menyetujuinya. Hanya PDIP yang protes menolak. Namun, pada akhirnya ketok palu.

"Setuju ya merujuk ke MA?," tanya Wakil Ketua Baleg Achmad Baidowi (Awiek) memimpin rapat Baleg DPR dengan DPD dan Pemerintah di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Rabu, 21 Agustus 2024. 

Baleg DPR RI juga menyatakan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menurunkan ambang batas atau threshold pencalonan kepala daerah hanya berlaku bagi partai politik (parpol) tanpa kursi di DPRD atau nonparlemen. 

Sedangkan parpol yang memiliki kursi di DPRD tetap menggunakan syarat minimal 20 kursi. 

Hal tersebut disampaikan anggota Baleg DPR dari Fraksi PAN Yandri Susanto seusai rapat RUU Pilkada di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 21 Agustus 2024.

“Tadi memang kita merespons di Pasal 40, tentang syarat pencalonan. Syarat pencalonan tadi mufakat, tidak ada perdebatan, dari syarat itu yang mempunyai kursi di DPR, DPRD, Kabupaten/Kota maupun Provinsi, syaratnya kalau dihitung dengan jumlah kursi, tetap 20 persen bisa mencalonkan,'' kata Yandri.