4 'Tsunami' Politik yang Hantam Pencalonan Anies, Potensi Besar RK Lawan Kotak Kosong
- VIVA/M Ali Wafa
Jakarta, VIVA - Anies Baswedan terancam gagal berlayar ke Pilgub Jakarta 2024 karena belum ada kejelasan dalam dukungan koalisi partai politik. Anies dinilai dihantam 'tsunami' politik yang bisa membuatnya gagal nyagub.
Pakar politik Hanta Yuda menganalisa kans Anies maju Pilgub Jakarta masih terbuka jelang pendaftaran pasangan calon yang kurang dari tiga pekan lagi. Sebab, dalam dinamikanya, Anies hanya butuh koalisi dari dua parpol
"Opsinya cukup dua partai. PKS dengan PDIP bisa. PKS dengan Nasdem bisa. Jadi, punya potensi besar," kata Hanta dalam Kabar Petang tvOne yang dikutip VIVA pada Jumat, 9 Agustus 2024.
Namun, ia menyoroti di saat yang bersamaan, Anies memiliki tingkat kerentanan gagal maju yang juga besar. Hanta menyinggung adanya 'tsunami' politik yang bisa menghantam Anies nyagub. "Ada empat faktor yang membuat kerentanan cukup tinggi," jelas Bos Poltracking Indonesia itu.
Baca Juga: Soroti Wacana KIM Plus, Pakar: Jangan-jangan RK Lawan Kotak Kosong, Anies Gagal Berlayar
Hanta menyebut faktor 'tsunami' politik yang pertama yakni dalam peta politik sekarang, Koalisi Indonesia Maju (KIM) saat ini semakin terkonsolidasi kuat. Sementara, di sisi yang lain, tak ada satu parpol lain pun di Jakarta yang bisa mengusung pencalonan gubernur tanpa berkoalisi. "Sehingga menyulitkan ada lawan KIM saat ini," lanjut Hanta.
Kemudian, faktor kedua yaitu begitu kuatnya daya tarik magnet untuk bergabung dengan pemerintahan yang baru Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming. Dia menyinggung omongan guyon Presiden PKS Ahmad Syaikhu yang minta Prabowo juga mengajak PKS.
"Begitu juga, potensi itu besar terhadap Nasdem. Termasuk pada PKB. Termasuk PDIP," tutur Hanta.
Bagi Hanta, tiga partai yakni Nasdem, PKB, dan PKS sangat besar untuk gabung ke pemerintahan. Nah, kata dia, kompleksitas koalisi saat ini lah yang membuat potensi besar Anies sulit maju karena terkait tawaran gabung dengan pemerintahan yang akan terbentuk ke depan.
"Di saat yang bersamaan, ada faktor yaitu unlinearnya antara realitas dan figur yang kuat dengan partai koalisi yang mendukung," sebut Hanta.
Dia menilai kondisi jelang Pilgub Jakarta 2024 ini agak berbeda dengan daerah lain. Ia bilang demikian karena poros koalisi yang kuat sepertinya berseberangan dengan figur kandidat terkuat. "Jadi, koalisi yang kuat adalah KIM di luar Anies Baswedan. Sementara, kandidat yang kuat adalah Anies Baswedan. Ini kan unlinear," ujarnya.
"Kalau linear kotak kosong terjadi di beberapa daerah, itu justru lawannya yang lemah. Ini ada kandidat kuat tapi koalisinya tidak ada," kata Hanta.
Kemudian, ia menyebut faktor lainnya yaitu semacam persilangan kepentingan yang sangat besar di antara partai-partai. Hanta menyinggung soal alotnya menentukan figur cawagub.
"Ini terkait dengan representasi, siapa yang jadi cawagub. Apalagi Anies tidak jadi kader. Ini jadi dilema di kemudian hari," lanjut Hanta.
Ia mencontohkan persoalan duet Anies Baswedan dengan Sohibul Iman. Figur Sohibul presentasikan PKS tapi Anies belum berhasil ajak partai lain masuk ke dalam.
"Apakah PDIP mau bergabung tanpa mempresentasikan cawagubnya? Begitu juga dengan Nasdem," tuturnya.
Lebih lanjut, soal peta penentuan pasangan ini berbeda antara pilkada dengan pilpres. Misalnya, pembentukan duet Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN) di Pilpres 2024.
Dia mengatakan AMIN di Pilpres 2024 itu juga punya tujuan agar parpol dapat coattail effect atau efek ekor jas karena pilpres dan pileg digelar bersamaan.
"Partai-partai itu jangan lupa memburu coattail effect teori efek ekor jas dalam pilpres dan pileg serentak. Sementara di pilkada tidak ada faktor itu," ujarnya.
Hanta menegaskan empat faktor itu yang dianggapnya buka potensi poros KIM dengan cagubnya Ridwan Kamil melawan kotak kosong di Pilgub Jakarta 2024. Namun, ada juga peluang parpol yang dirayu jadi KIM plus juga lepas dan gabung membuat poros baru misalnya dengan PDIP.
"Nah, empat faktor itu lah saya melihat potensi KIM yang mengusung Ridwan Kamil melawan kotak kosong cukup besar," kata Hanta.
"Meskipun potensi lepasnya satu partai di luar PDIP itu bergabung mejadi kompetitor bagi KIM juga besar," ujarnya.
Hanta menganalisa dinamika Pilgub DKI saat ini sedang bergerak petanya dalam dua kemungkinan head to head. Kemungkinan pertama, hanya koalisi KIM dengan Ridwan Kamil yang berduet bareng salah satu tokoh misalnya PKS melawan kotak kosong.
"Atau betul-betul pertarungan keras Ridwan Kamil yang didukung oleh KIM melawan Anies Baswedan yang kemudian berhasil mendapatkan koalisi minimal dua partai di luar KIM," jelas Hanta.