Ribka PDIP: Kalau Tak Ada Reformasi, Tak Ada Anak Tukang Kayu jadi Presiden
Jakarta - Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP) Ribka Tjiptaning menilai peristiwa Kudatuli atau kerusuhan 27 Juli 1996, melahirkan reformasi yang membawa Indonesia pada demokrasi serta kebebasan pers saat ini.
Ribka mengatakan, peristiwa Kudatuli jadi pemantik lahirnya iklim demokrasi sekaligus mengakhiri hegemoni Presiden Soeharto.
"Kalau tidak ada Kudatuli, tidak ada reformasi," kata Ning, sapaan akrabnya, saat diskusi bertajuk "Kudatuli, Kami Tidak Lupa" di kantor DPP PDIP, Jakarta, Sabtu, 20 Juli 2024.
Diketahui, Kudatuli adalah peristiwa pengambilalihan paksa Kantor DPP PDI yang dikuasai Megawati Soekarnoputri oleh massa pendukung Soerjadi.
"Kalau tidak ada reformasi, tidak ada anak buruh bisa jadi gubernur. Tidak ada reformasi, tidak ada anak petani bisa jadi bupati, wali kota. Tidak ada reformasi, tidak ada anak tukang kayu jadi presiden," kata Ning.
Menurutnya, hingga 28 tahun berselang, pengorbanan sejumlah elemen masyarakat dalam memperjuangkan demokrasi saat itu kini telah dinikmati banyak pihak.
"Dulu yang bisa jadi pejabat dari RT, RW, lurah, camat itu pasti Golkar, tetapi karena ada peristiwa 27 Juli, reformasi maka ada satu perubahan yang dahsyat, yaitu semua anak rakyat mimpinya bisa tercapai," jelas Anggota DPR RI itu.
Ning mengingatkan sebelum peristiwa Kudatuli, terdapat Tragedi Gambir. Dia tidak ingin tragedi kekerasan ini luput juga dari ingatan masyarakat.
Artinya, kata dia, reformasi tidak berdiri tunggal karena ada banyak rentetan peristiwa sebelumnya berasal dari kekuatan rakyat melawan rezim otoriter Soeharto yang telah berkuasa 32 tahun.
Ning pun mengenang tragedi berdarah di Gambir yang terjadi di rezim Soeharto itu.
"Kita udah digebuk duluan di Gambir. Saya ingat betul saya diselamatkan Pak Pangat Ketua DPC Jakarta Barat. Walaupun dimasukkan taksi, taksinya juga dihancurkan, digebukin macam-macam. Itulah dulu rezim Soeharto," ujar Ning.