Senator Papua Barat Kritik LaNyalla yang Diduga Langgar Tata Tertib DPD RI

Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti
Sumber :
  • Dok. Istimewa

Jakarta – Anggota DPD RI asal Papua Barat, Filep Wamafma menyebut Ketua DPD RI LaNyalla Mahmud Mattaliti telah melanggar dengan amandemen Tata Tertib oleh Tim Kerja (Timja), yang merancang perubahan-perubahan aturan beberapa waktu lalu. Sehingga, kata dia, sempat terjadi kericuhan dan banjir interupsi saat Rapat Paripurna DPD ke-12 untuk masa sidang V Tahun Sidang 2023-2024 pada Jumat, 12 Juli 2024.

"Saat paripurna kemarin, saya orang pertama yang menyampaikan interupsi. Karena saya menilai sikap Pimpinan DPD RI yang diduga melakukan pelanggaran tata tertib. Hal tersebut dipicu sejumlah persoalan yang kemudian sebagai dasar untuk dilakukannya amandemen terbatas Tatib DPD RI, karena itu dalam rapat paripurna dibentuklah panitia khusus (pansus)," kata Filep melalui keterangannya pada Minggu, 14 Juli 2024.

Anggota DPD RI asal Papua Barat Filep Wamafma

Photo :
  • Istimewa

Menurut dia, dalam Tata Tertib DPD RI setiap perubahan atau pembentukan peraturan di DPD RI memerlukan pembentukan panitia khusus. Ia menjelaskan setiap pembahasan dan mekanisme kerja internal DPD RI harus sesuai dengan tata tertib, termasuk harmonisasi dengan panitia perancang Undang-undang untuk memastikan bahwa Tata Tertib DPD RI itu tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

"Dalam tahap harmonisasi telah selesai dilaksanakan oleh Pansus, kemudian pada Paripurna hendak disampaikan laporan tapi Pimpinan DPD beralasan bahwa masih ada hal yang perlu ditinjau kembali hasil dari pansus. Sehingga, hasil kerja Pansus diserahkan kepada pimpinan dan selanjutnya pimpinan membentuk Tim Kerja (Timja), poin ini keliru dan saya sampaikan kritik. Kalau pimpinan membentuk Timja untuk membentuk Pansus hal itu tidak diatur, bahkan tidak dibenarkan dalam Tata tertib Nomor 1 Tahun 2022. Ini pelanggaran Tatib," ujar Senator asal Papua Barat ini.

Filep menekankan bahwa Tata Tertib DPD RI harus ditaati sebagai norma tertinggi dalam institusi, sehingga ditempatkan di atas semua kepentingan dan bebas dari kepentingan politis. Makanya, Pimpinan Komite I DPD RI ini mempertanyakan kepada Badan Kehormatan DPD RI apakah penyelewengan tata tertib oleh Pimpinan DPD RI dikategorikan sebagai pelanggaran atau tidak.

"Kemudian, saya mempertanyakan juga kepada panitia perancang undang-undang, apakah Tatib DPD RI yang disusun oleh Timja DPD RI yang dibentuk oleh Ketua DPD RI sudah sesuai dengan mekanisme atau prosedur pembentukan peraturan perundang-undangan? Menurut saya, memang benar jika Badan Kehormatan mengatakan bahwa langkah yang dilakukan oleh Pimpinan DPD RI tidak bertentangan dengan tatib, namun Timja yang dibentuk pimpinan harusnya bukan untuk menyusun tatib, karena untuk menyusun Tatib DPD RI mewajibkan dibentuknya Pansus. Poin ini adalah kesalahan," tegas dia.

Selain itu, Filep menyebut dugaan pelanggaran itu didukung oleh pengakuan dari panitia perancang undang-undang bahwa tata tertib yang disusun oleh pimpinan tidak sesuai dengan mekanisme pembentukan tata tertib pada umumnya, termasuk melalui mekanisme harmonisasi. Maka dari itu, Filep menilai dua aspek ini yang diduga dilanggar oleh LaNyalla sebagai Ketua DPD RI.

"Maka dua aspek ini ternyata pimpinan yang diketuai oleh LaNyalla kali ini sudah melakukan pelanggaran tata tertib. Hal yang salah ini kemudian ingin dibenarkan melalui pengesahan dalam Paripurna, Ketua DPD terkesan memaksakan kehendak tersebut. Ini kan sesungguhnya tidak boleh dibiarkan, karena semua mekanisme yang berjalan harus benar dan tidak menyimpang dari tata aturan," jelas dia.

Menurut dia, ketika pihak yang ingin mewujudkan kebenaran yang menjunjung norma tertinggi dalam lingkungan DPD RI, akhirnya bisa disepakati dalam paripurna agar hasil kerja tatib oleh Tim Kerja (Timja) maupun Pansus itu akan diharmonisasikan bersama-sama di Panitia Perancang undang-undang.