Kubu Ganjar Minta MK Hadirkan Kapolri, Yusril Sebut "Memorandum ad Informandum"
- Tangkapan layar MK
Jakarta - Ketua Tim Pembela Prabowo-Gibran, Yusril Ihza Mahendra, mengatakan pihaknya tak mempermasalahkan jika Mahkamah Konstitusi (MK) menghadirkan Kepala Polri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan empat menteri kabinet Indonesia Maju dalam sidang pembuktian perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) atau sengketa Pilpres 2024.
Namun, menurutnya, keterangan Kepala Polri dan empat menteri nantinya tidak bisa dijadikan alat bukti.
"Kapolri silakan saja mereka mohon dan, seperti juga, misalnya, pemohon 1 juga mau memohon menghadirkan beberapa menteri dan sudah dikabulkan oleh MK. Kalau kami sendiri sih tidak berkepentingan untuk menghadirkan Kapolri," kata Yusril kepada wartawan di gedung MK, Jakarta, Selasa, 2 April 2024.
Ia pun menjelaskan perbedaan antara saksi dan ahli yang dihadirkan oleh para pihak dengan Kepala Polri dan empat menteri yang dihadirkan oleh MK dalam sidang sengketa hasil Pilpres. Yusril menegaskan saksi dan ahli harus disumpah terlebih dahulu sebelum memberikan keterangan dan pandangan.
"Kalau kami menghadirkan mereka itu sebagai saksi atau ahli dan itu harus disumpah. Tapi kalau Kapolri, menteri dihadirkan, dipanggil MK, itu adalah pemberi keterangan dan tidak disumpah. Beda kedudukannya. Kalau disumpah itu, keterangannya menjadi alat bukti," jelasnya.
Maka, menurut Yusril, Kepala Polri dan menteri dihadirkan dalam konteks memberikan informasi kepada majelis hakim MK untuk memahami konteks persoalan, bukan menjadikan keterangannya sebagai bukti.
"Tapi kalau pemberi keterangan itu barangkali menjadi semacam memorandum ad informandum, dia memberikan suatu informasi atau keterangan apakah hakim, hakim tidak bisa menjadi alat bukti, tetapi memberikan info kepada hakim untuk memahami konteks persoalan ini. Jadi, sebetulnya agak beda antara pemberi keterangan dengan saksi dan ahli. MK bisa panggil siapa saja, mau panggil presiden, itu kewenangannya," ujarnya.
Ketua Tim Hukum Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis, sebelumnya meminta MK untuk menghadirkan Kepala Polri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dalam sidang sengketa Pilpres 2024. Ia mengaku sudah mengirim surat kepada MK.
"Gini kami sudah melayangkan surat ke MK, bahwa di samping 4 menteri yang akan dihadirkan plus DKPP (Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu), kami juga akan meminta kepada Ketua Majelis untuk menghadirkan Kapolri pada sidang berikutnya," kata Todung kepada wartawan di gedung MK, Jakarta, Selasa, 2 April 2024.
Todung mengungkap alasannya meminta Kepala Polri dihadirkan di sidang sengketa pilpres karena untuk memberikan keterangan terkait dugaan intimidasi, kriminalisasi, dan ketidaknetralan yang dilakukan polisi selama rangkaian Pemilu 2024.
"Bahwa cukup banyak hal-hal yang menyangkut kepolisian, pihak polisi yang melakukan intimidasi, kriminalisasi, yang terlibat dengan ketidaknetralan dalam kampanye. Kami ingin meminta Kapolri untuk memberikan penjelasan dan akuntabel dalam kebijakan-kebijakan dan perintah-perintah yang dia lakukan, karena tidak cukup hanya melihat soal bansos," jelasnya.
Maka dari itu, Todung meminta agar Kepala Polri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, hadir memberi kesaksian untuk memberikan penjelasan dengan akuntabel terkait kebijakan dan perintah yang ia lakukan selama proses Pemilu 2024.
"Jadi, kami ingin meminta Kapolri juga untuk memberikan penjelasan dan akuntabel dalam kebijakan-kebijakan dan perintah-perintah yang dia lakukan, karena tidak cukup hanya melihat soal bansos," ujarnya.