Hasto Sebut PDIP Gaspol Gulirkan Hak Angket Usai Pengumuman KPU

Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto saat Rakerda ke-IV DPD PDIP Sulawesi Tengah
Sumber :
  • PDI Perjuangan

Jakarta - Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto mengatakan pihaknya bakal segera menggulirkan hak angket DPR terkait dugaan kecurangan Pemilu 2024. Langkah PDIP itu usai Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI menetapkan hasil rekapitulasi.

Hasto mengatakan hak angket jadi pilihan PDIP untuk bergerak bersama civil society. Kata dia, bukan hanya untuk bongkar kecurangan Pemilu 2024 tapi juga untuk membangun kesadaran masyarakat bahwa pemilu bukan hanya sekadar mencoblos.

"Setelah ada putusan tetap dari KPU yang kami lakukan bersama-sama dengan civil society adalah membangun kesadaran bahwa urusan Pemilu ini bukan urusan mencoblos saja. Tapi, menentukan masa depan bangsa," kata Hasto saat wawancara dengan salah satu stasiun televisi, dikutip pada Senin, 18 Maret 2024.

Ilustrasi simbol bendera PDIP saat Peringatan puncak Bulan Bung Karno 2023 di GBK

Photo :
  • VIVA/M Ali Wafa

Hasto menuturkan, pihaknya mengapresiasi pergerakan dari civil society melalui Gerakan Kampus Memanggil untuk menyelamatkan demokrasi. Lalu, mendorong DPR memproses hak angket untuk membongkar kecurangan Pemilu 2024.

Menurut dia, hal itu berangkat dari kejernihan sikap yang ditunjukkan oleh para ilmuwan dan cendekiawan. Kata Hasto, mereka terpanggil hati dan nuraninya untuk menegakkan kebenaran di dalam memperjuangkan demokrasi yang berkedaulatan rakyat.

Hasto bilang, dugaan kecurangan Pemilu 2024 dari hulu ke hilir yang telah mengusik civil society bergerak jadi dorongan semangat tersendiri bagi PDIP.

"Tentu menjadi suatu spirit bagi kami bahwa kecurangan pemilu dari hulu ke hilir tak hanya dilihat oleh PDI Perjuangan, tetapi sekarang telah diakui termasuk oleh para akademisi," jelas Hasto.

Pun, dia menambahkan dengan gerakan kampus memanggil, artinya pemilu memang punya persoalan. "Dan dikatakan oleh banyak pihak sebagai pemilu paling brutal, paling tidak demokratis di dalam sejarah pemilu kita," katanya.

Lebih lanjut, dia menjelaskan, saat pemilu dilakukan dengan rekayasa politik serta gunakan instrumen negara dan sumber daya negara, ini artinya membunuh masa depan Indonesia. Sebab, apa yang jadi cerminan dari hati nurani rakyat tak dapat diekspresikan dengan baik. Hal itu diduga menunjukkan ada korelasi dalam upaya perpanjangan pengaruh dari Presiden Joko Widodo.

"Kesadaran inilah yang perlu dibangun, karena kalau kita tidak buat apa Pemilu ke depan nanti sama seperti Orde Baru di mana Pemilu sudah direkayasa bahkan orang sudah tahu hasilnya sebelum Pemilu dilakukan," tuturnya.