MK Tegaskan Tidak Meniadakan Ambang Batas Parlemen
- vivanews/Andry Daud
Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) menegaskan tidak meniadakan ketentuan parliamentary threshold atau ambang batas parlemen yang diatur dalam Undang-Undang tentang Pemilu.
Ambang batas parlemen tetap diperlukan, menurut MK, tapi harus disusun dengan metode kajian yang jelas dan komprehensif.
Hal ini disampaikan hakim MK Enny Nurbaningsih untuk memperjelas isi putusan perkara 116/PUU-XXI/2023 yang sudah dibacakan oleh MK dalam rapat pleno di ruang sidang MK, Jakarta, Kamis, 29 Februari 2024. Perkara tersebut diajukan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).
"Putusan Nomor 116 tidak meniadakan threshold sebagaimana dapat dibaca dari amar putusannya," kata Enny dihubungi awak media, Jumat, 1 Maret 2024.
Enny menjelaskan, MK menyerahkan kepada kebijakan pembuat UU untuk mengatur ambang batas parlemen dan menentukan besaran angka persentasenya. Enny menekankan, angka ambang batas parlemennya harus rasional dengan merujuk pada metode kajian yang jelas dan komprehensif.
"Bahwa threshold dan besaran angka persentasenya diserahkan ke pembentuk UU untuk menentukan threshold yang rasional dengan metode kajian yang jelas dan komprehensif sehingga dapat meminimalkan disproporsionalitas yang makin tinggi yang menyebabkan banyak suara sah yang terbuang sehingga sistem proporsional yang digunakan tetapi hasil pemilunya tidak proporsional," kata Enny.
Karena itu, kata Enny, dalam putusan perkara nomor 116 itu, MK meminta pembuat undang-undang mengubah ambang batas parlemen 4 persen yang diatur dalam Pasal 414 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, dengan angka yang rasional. Proses revisi ambang batas parlemen 4 persen ini dilakukan sebelum penyelenggaraan Pemilu 2029.
"Karena itu, untuk Pemilu 2029 dan seterusnya sudah harus digunakan threshold dengan besaran persentase yang dapat menyelesaikan persoalan tersebut (disproporsionalitas yang semakin tinggi yang menyebabkan banyak suara sah yang terbuang)," katanya.
MK memutuskan menghapus ambang batas parlemen 4 persen. Majelis konstitusi menilai aturan tersebut tidak sejalan dengan prinsip kedaulatan rakyat, keadilan pemilu , dan melanggar kepastian hukum yang dijamin oleh konstitusi. Meski begitu, penghapusan ambang batas itu tidak berlaku untuk Pemilu 2024, melainkan untuk Pemilu 2029.