Bahlil: Feeling Saya Jokowi Tidak Mungkin Kampanye

Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia
Sumber :
  • VIVA/Andrew Tito

Jakarta - Menteri Investasi/ Kepala BKPM, Bahlil Lahadalia, memprediksi kalau Presiden Joko Widodo tidak akan ikut kampanye pada Pemilu 2024. Meskipun, Presiden Jokowi sudah menyampaikan bahwa Presiden dan Wakil Presiden tidak ada larangan untuk melakukan kampanye.

Feeling saya ya, mungkin belum tentu itu benar (rencana Presiden kampanye),” kata Bahlil di Kompleks Kepresidenan pada Senin, 5 Februari 2024.

Namun, Bahlil yang merupakan politisi Partai Golkar ini mengaku belum mengetahui secara pasti apakah Presiden Jokowi akan ikut kampanye atau tidak pada Pemilu 2024. “Saya enggak tahu,” ujarnya.

Sebelumnya, Presiden Jokowi memberi penjelasan tentang pernyataannya soal Presiden dan menteri boleh berkampanye dalam pemilihan umum (Pemilu). Menurut dia, hal tersebut sesuai dengan aturan UU Pemilu yakni Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Bahkan, Jokowi sampai memperlihatkan poster besar yang dicetak terkait Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, yakni Pasal 299 yang berbunyi, Presiden dan Wakil Presiden mempunyai hak melaksanakan kampanye.

Selain itu, Jokowi juga kembali menunjukkan isi Pasal 281 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang berbunyi, kampanye pemilu yang mengikutsertakan Presiden, Wakil Presiden harus penuhi ketentuan: tidak gunakan fasilitas dalam jabatan, kecuali fasilitas pengamanan, menjalani cuti di luar tanggungan negara.

Maka dari itu, mari intip isi Pasal 299 dan Pasal 281 yang dibacakan oleh Presiden Jokowi pada Jumat, 26 Januari 2024.

Pasal 299 merupakan bagian kedelapan terkait Kampanye Pemilu oleh Presiden dan Wakil Presiden dan Pejabat Negara lainnya. Pada bagian ini, diatur mulai Pasal 299 hingga Pasal 305. Sementara, Pasal 299 ini terdiri dari 3 ayat, berikut bunyinya:

Pasal 299
(1) Presiden dan Wakil Presiden mempunyai hak melaksanakan kampanye.
(2) Pejabat negara lainnya yang berstatus sebagai anggota Partai Politik mempunyai hak melaksanakan kampanye.
(3) Pejabat negara lainnya yang bukan berstatus sebagai anggota Partai Politik dapat melaksanakan kampanye apabila yang bersangkutan sebagai:
a. Calon Presiden atau calon Wakil Presiden;
b. Anggta tim kampanye yang sudah didaftarkan ke KPU; atau
c. Pelaksana kampanye yang sudah didaftarkan ke KPU.

Adapun, Pasal 281 UU Nomor 7 Tahun 2017 yang dibacakan Presiden Jokowi merupakan bagian keempat terkait Larangan dalam Kampanye. Pada bagian ini, ada tiga pasal yang mengatur tentang Larangan dalam Kampanye, yakni mulai Pasal 281 hingga Pasal 283. Berikut bunyi Pasal 281;

Pasal 281
(1) Kampanye Pemilu yang mengikutsertakan Presiden, Wakil Presiden, menteri, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, walikota, dan wakil walikota harus memenuhi ketentuan:
a. tidak menggunakan fasilitas dalam jabatannya, kecuali fasilitas pengamanan bagi pejabat negara sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
b. menjalani cuti di luar tanggungan negara.
(2) Cuti dan jadwal cuti sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) huruf b dilaksanakan dengan memperhatikan keberlangsungan tugas penyelenggaraan negara dan penyelenggaraan pemerintahan daerah.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai keikutsertaan pejabat negara sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dan Ayat (2) diatur dengan Peraturan KPU.

Hanya saja, Presiden Jokowi tidak membacakan bagian ini sampai habis terkait larangan dalam kampanye pada Pasal 282 dan Pasal 283 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Berikut bunyi Pasal 282 dan Pasal 283 UU 7 Tahun 2017.

Pasal 282
Pejabat negara, pejabat struktural, dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri, serta kepala desa dilarang membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu Peserta Pemilu selama masa Kampanye.

Pasal 283
(1) Pejabat negara, pejabat struktural dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri serta aparatur sipil negara lainnya dilarang mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap Peserta Pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa Kampanye.
(2) Larangan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) meliputi pertemuan, ajakan, imbauan, seruan atau pemberian barang kepada aparatur sipil negara dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat.