Presiden Boleh Kampanye, Ganjar Pranowo: Incumbent Boleh, Kalau Tidak Netralitas jadi Penting
- Istimewa
Jakarta - Ganjar Pranowo, calon presiden atau capres nomor urut 3 di Pilpres 2024, menilai tidak salah kalau Presiden bisa berkampanye. Tetapi, pasal itu tidak tunggal, masih berlapis. Itu dikatakan Ganjar, merespons pernyataan Presiden Jokowi sebelumnya kalau Presiden diperbolehkan oleh UU Pemilu berkampanye dan memihak.
Tetapi menurut pemahaman Ganjar, jika seorang Presiden merupakan incumbent, maka boleh. Namun, jika tidak, Ganjar berharap orang nomor satu di Indonesia itu agar menjaga netralitasnya.
"Oh ya, saya kira sudah ada aturannya ya. Hanya tidak salah pasalnya tidak tunggal. Itu pasalnya berlapis. Kalau dia incumbent maka boleh, kalau tidak saya kira netralitas menjadi penting," kata Ganjar kepada wartawan di Cirebon, Jawa Barat dikutip Senin, 29 Januari 2024.
Ganjar menyoroti pernyataan Presiden Jokowi yang meminta semua kepala daerah harus bersikap netral pada Pilpres 2024. Maka itu, Ganjar berharap agar pernyataan Jokowi dapat diterapkan dengan baik.
"Karena statement beliau sebelumnya semua harus netral, termasuk kepala daerah. Maka rasanya statement yang pertama menurut saya harus menjadi lebih pas untuk diterapkan," kata Ganjar.
"Kalau statement yang kedua rasanya harus dikoreksi, karena kita mempertaruhkan demokrasi ini dengan potensi intervensi dari mereka yang sedang memegang kekuasaan," sambungnya.
Menurut KPU, kata Ganjar, orang yang incumbent harus izin kepada diri sendiri jika ingin mencalonkan kembali atau melakukan kampanye Pilpres 2024. Namun, ia menilai hal tersebut sangat berbahaya jika dilakukan meskipun diperbolehkan secara hukum.
"Saya kira agak berbahaya jika dilakukan meskipun bisa saja karena secara hukum itu diperbolehkan dan itu menjadi perdebatan. Maka kata KPU orang yang incumbent harus ijin kepada dirinya sendiri. Itulah namanya conflict of interest," kata dia.
Maka itu, ia berharap agar seluruh pejabat negara harus bersikap netral. Mulai dari TNI-Polri, ASN hingga Presiden.
"Jadi makin rumit rasanya segera kembalikan netralitas kepada mereka yang punya potensi untuk menyalahgunakan. TNI, Polri, ASN, kepala daerah dan tentu saja presiden," pungkasnya.
Sebelumnya diberitakan, Presiden Joko Widodo menyebut seorang presiden dapat memihak bahkan ikut berkampanye dalam pemilihan presiden atau pilpres. Menurutnya, hal tersebut bisa dilakukan selama tidak menyalahgunakan fasilitas negara.
Hal itu disampaikan Presiden Jokowi di tengah pertanyaan publik soal netralitas presiden di Pilpres 2024.
"Presiden itu boleh kampanye. Boleh memihak. Kita ini kan pejabat publik, sekaligus pejabat politik. Masa ini (kampanye dan memihak) enggak boleh," ujar Jokowi di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Rabu, 24 Januari 2024.
Meski menyatakan dapat memihak dan berkampanye, sampai sekarang Jokowi tak pernah secara gamblang menyatakan dukungannya untuk salah satu pasangan capres-cawapres di Pilpres 2024. Namun, Jokowi beberapa kali menampilkan kecondongannya mendukung Prabowo-Gibran.
Pihak Istana melalui Koordinator Staf Khusus Presiden, Ari Dwipayana menjelaskan maksud pernyataan Presiden Jokowi. Menurut dia, omongan Jokowi banyak disalahartikan terkait Presiden boleh berkampanye dan berpihak di pemilu.
“Pernyataan Bapak Presiden di Halim, Rabu 24/01/2024, telah banyak disalahartikan. Apa yang disampaikan oleh Presiden dalam konteks menjawab pertanyaan media tentang Menteri yang ikut tim sukses,” kata Ari saat dikonfirmasi pada Kamis, 25 Januari 2024.
Menurut dia, Jokowi merespons pertanyaan wartawan dengan berikan penjelasan terutama menyangkut aturan main dalam berdemokrasi. Aturan itu bagi menteri maupun Presiden.
Dia menjelaskan, maksud pandangan Presiden, dengan merujuk Pasal 281, UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu. Ia menekankan, bahwa kampanye Pemilu boleh mengikutsertakan Presiden, Wakil Presiden, Menteri, dan juga Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
“Artinya, Presiden boleh berkampanye. Ini jelas ditegaskan dalam UU,” jelas Ari.