Pakar: Elektabilitas Prabowo Naik Bukan Semata-mata Kecanggihan Kampanye tapi karena Blunder PDIP

Pasangan capres -cawapres nomor urut 2 di Pilpres 2024, Prabowo-Gibran.
Pasangan capres -cawapres nomor urut 2 di Pilpres 2024, Prabowo-Gibran.
Sumber :
  • VIVA/M Ali Wafa

Jakarta - Tiga pasangan capres cawapres sudah sepekan jalani masa kampanye Pemilu Presiden (Pilpres) 2024. Dari hasil survei sebelum kampanye, elektabilitas capres nomor urut 2 Prabowo Subianto masih unggul dibandingkan dua capres rivalnya yaitu Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo.

Pakar politik Burhanuddin Muhtadi menganalisa elektabilitas Prabowo yang perlahan naik hingga sebelum kampanye. Dia merujuk hasil terakhir survei Indikator Politik Indonesia dengan kepuasan terhadap Presiden Jokowi sebelum kampanye tercatat 75,8 persen.

"Itu yang puas, yang tidak puas kurang lebih 23-25 persen. Tergantung. Jadi, taruhlah 25 persen tidak puas. Nah, sebelumnya ini captive-nya Anies Baswedan," kata Burhanuddin, dalam Kabar Petang tvOne yang dikutup VIVA pada Selasa malam, 5 Desember 2023.

Menurut dia, belakangan ini capres nomor urut 3 Ganjar Pranowo yang diusung PDIP lebih dekat ke narasi perubahan yang identik dengan capres nomor urut 1 Anies Baswedan. Burhanuddin membaca kondisi itu dengan Anies dan Ganjar seperti memperebutkan segmen kecil yaitu 25 persen berdasarkan hasil survei terakhir Indikator Politik Indonesia.

"Itu kolam yang kecil. Kolam yang gede adalah kolam yang puas dengan Presiden Jokowi. Sekitar 75-an persen tadi," ujar Burhanuddin.

Ilustrasi simbol PDIP dalam Peringatan Bulan Bung Karno 2023

Ilustrasi simbol PDIP dalam Peringatan Bulan Bung Karno 2023

Photo :
  • VIVA/M Ali Wafa

Dia mengatakan berbeda hasil survei saat Ganjar Pranowo masih co branding dengan Jokowi. Kata Burhanuddin, hasil survei Ganjar ketika itu mendominasi kolam yang puas dengan Jokowi.

Namun, untuk saat ini, Prabowo bisa unggul versi survei karena dipersepsikan dekat dengan Jokowi. Apalagi, setelah putra sulung Jokowi yaitu Gibran Rakabuming Raka jadi cawapres mendampingi Prabowo.

"Kolam yang puas sama Presiden Jokowi. Tapi, setelah Gibran menjadi pendamping Prabowo, kolam yang besar ini didominasi oleh Prabowo," jelas Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia tersebut.

Adapun menurut dia Prabowo juga masih bisa mengambil di segmen pemilih yang tak puas terutama dari loyalis lamanya.

"Jadi, sebenarnya Prabowo meningkat itu bukan semata-mata karena kecanggihan kampanye Prabowo-Gibran, tapi karena blunder yang diciptakan PDI Perjuangan," ujar Burhanuddin.

Bagi dia, blunder PDIP itu karena menarik diri dari kolam besar masuk ke kecil. Dia menyampaikan argumennya bahwa Ganjar dan PDIP tak bisa langsung masuk berubah 180 derajat dari narasi keberlanjutan ke narasi perubahan. "Karena itu terlalu drastis. Jadi, perlu bridging, jembatan," tuturnya.

Menurut dia, 'jembatan' yang dimaksud seperti semacam kritik terhadap kinerja Presiden Jokowi dengan bahasa tertentu.

"Nah, jembatannya misalnya melakukan semacam kritik kepada kinerja Presiden Jokowi dengan bahasa misalnya perbaikan. Jadi, bukan 100 persen perubahan," kata Burhanuddin.

Bantahan Elite PDIP

Terkait analisa Burhanuddin, VIVA sudah minta tanggapan dari elite PDIP seperti Andreas Pareira hingga Guntur Romli. Untuk Guntur Romli merespons. Dia menepis analisa Burhanuddin soal blunder PDIP.

Dia mengatakan demikian karena PDIP dinilainya tak blunder. Namun, kubu Prabowo yang tampak berhasil membangun opini kedekatan dengan Jokowi. Bagi dia, hal itu sebenarnya penipuan terhadap publik.

"Program Jokowi ya program PDI Perjuangan. Prabowo baru gabung 4 tahun lalu, tapi seakan-akan paling dekat dengan Jokowi," kata Guntur saat dikonfirmasi VIVA, Selasa, 5 Desember 2023.

Guntur menyampaikan sikap Ganjar terhadap pemerintahan Jokowi adalah keberlanjutan, percepatan sekaligus perbaikan.

"Pemerintahan Jokowi sudah bagus, tapi tetap ada hal-hal yang harus diperbaiki," ujar Guntur.