Ketua MPR Sebut Pembentukan Angkatan Siber Mendesak karena Pertahanan Dunia Maya RI Lemah
- VIVA/M Ali Wafa
Jakarta - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo menekankan pentingnya Indonesia memiliki Angkatan Siber, mengingat dunia sudah memasuki era operasi militer melalui internet atau internet of military things (IoMT)/internet of battlefield things (IoBT).
Pada era operasi militer melalui internet ini, kata Bamsoet, panggilan akrabnya, operasi militer makin dapat dikendalikan dari jarak sangat jauh dengan lebih cepat, tepat, dan akurat. Selain itu, peningkatan fungsi perangkat militer juga menjadi lebih efektif dan optimal.
“Indonesia tidak boleh ketinggalan. Karenanya, pembuatan angkatan keempat, Angkatan Siber (AS) sebagaimana diusulkan Lemhannas RI menjadi keniscayaan, sehingga bisa memperkuat Angkatan Darat (AD), Angkatan Laut (AL), dan Angkatan Udara AU),” kata Bamsoet sebagaimana dikutip dari keterangan tertulis diterima di Jakarta, Kamis, 9 November 2023.
Menurut Bamsoet, internet of military things juga menunjukkan bahwa dunia kian larut menghadapi perang generasi V (G-V) siber dengan berpusat pada data dan informasi. Dia menyebut bahwa sebelumnya dunia mengalami perang G-I yang dilakukan dengan padat manusia, G-II manuver dan tembakan, G-III padat teknologi, dan G-IV asimetris.
Pada G-1 hingga G-III, sambung Bamsoet, sasarannya pada sektor militer, fisik, dan ekonomi. Pada G-IV sasarannya sektor politik, sedangkan G-V pada sosial dan ideologi.
Amandemen konstitusi
Menghadapi G-V, Bamsoet mencontohkan Singapura, Jerman, dan Tiongkok sebagai negara yang telah membentuk Angkatan Siber. Pasukan siber Tiongkok, katanya, diprediksi yang terbesar di dunia, yakni mencapai 145 ribu personel.
Ketua MPR menilai Indonesia juga penting untuk membentuk Angkatan Siber. Untuk itu, ia menekankan Indonesia perlu mengamandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
“Mewujudkannya, terlebih dahulu bangsa Indonesia perlu amandemen kelima konstitusi untuk mengubah ketentuan Pasal 10 dan Pasal 30 ayat (3), sehingga TNI tidak hanya terdiri dari AD, AL, dan AU, melainkan ditambah dengan Angkatan Siber (AS)," ujarnya.
Bamsoet menyebut Indonesia masih rentan terhadap serangan siber. Ia mencontohkan selama Semester I 2023, DKI Jakarta menjadi wilayah dengan sumber serangan siber terbanyak dibandingkan provinsi lain, yakni mencapai 11,2 juta serangan.
Secara nasional, menurut dia, pada September 2023 tercatat ada sekitar 6 juta serangan siber di Indonesia. Kemudian Bamsoet juga menyoroti data alamat protokol internet yang digunakan untuk melakukan serangan siber, Indonesia menduduki peringkat ke-11 dunia sebagai kontributor serangan siber terbanyak.
Indeks pertahanan siber lemah
Secara global, katanya, Indonesia menempati posisi kedelapan negara di dunia dengan jumlah kasus kebocoran data tertinggi di internet, sekaligus menjadi negara dengan tingkat pembobolan data terbanyak se-Asia Tenggara.
“Indeks pertahanan siber Indonesia juga masih sangat lemah, berada di kisaran 3,46 poin, jauh dari indeks rata-rata global sebesar 6,19 poin. Sebagai data pembanding, National Cyber Security Index (NCSI) juga mencatat nilai keamanan siber di Indonesia sebesar 64 persen, menempati urutan ke-47 secara global,” papar dia.
Bamsoet menyarankan kondisi tersebut harus segera diantisipasi agar tidak menyebabkan dampak yang dahsyat. Pasalnya, kekuatan siber yang dikendalikan dari jauh bisa melumpuhkan objek vital suatu negara, seperti pembangkit listrik, cadangan minyak, hingga operasional alutsista militer.
Ia menambahkan, jaringan telekomunikasi dan internet sebuah negara mati total melalui serangan siber, sehingga berdampak pada kacaunya digital perbankan, radar militer maupun penerbangan sipil.
“Saat ini saja, jika kita melaporkan kehilangan handphone, dari kantor pusat bisa langsung di-destruct (dihancurkan), sehingga si pencuri tak bisa menggunakan. Karena itu, ke depan saat membeli alat tempur atau sarana prasarana critical infrastructure (infrastruktur penting) dari luar negeri, beberapa coding-nya (pengkodean) harus diganti melalui Angkatan Siber, sehingga pabrikan asalnya tidak lagi punya kendali penuh. Hal ini untuk meminimalisir anasir jahat dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab,” kata dia.
Bamsoet menyampaikan itu dalam Seminar Nasional HUT ke-78 Perhubungan TNI Angkatan Darat, di Pusat Pendidikan Perhubungan (Pusdikhub) TNI AD, Cimahi, Jawa Barat, Kamis.
Turut hadir dalam seminar itu Dankodiklat TNI AD Letjen TNI Arif Rahman, Kepala Pusat Perhubungan TNI AD Mayjen TNI Nurcahyo Utomo, Deputi II Bidang Operasi Keamanan Siber dan Sandi BSSN Mayjen TNI Dominggus Pakel, Komandan Pusat Sandi Dan Siber TNI AD Brigjen TNI Iroth Sonny Edhie, Ketua Dewan TIK Nasional Iham Habibie, serta Ketua Indonesia Cyber Security Forum Ardi Sutedja. (ant)