Refly Harun Respons Usulan Hak Angket MK: Saya Termasuk yang Mendukung
- VIVA/M Ali Wafa
Jakarta - Elite PDI Perjuangan (PDIP) melalui Masinton Pasaribu melempar usulan agar DPR memakai hak angket menyangkut putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan syarat capres-cawapres dari kepala daerah. Usulan hak angket itu pun menuai pro dan kontra.
Pakar hukum tata negara Refly Harun ikut menanggapi usulan dari PDIP tersebut. Dia mengaku sebagai pihak yang ikut setuju terhadap usulan hak angket tersebut.
Refly mengulas hak angket itu yang diatur dalam Pasal 79 ayat (3) UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3). Kata dia, hak angket DPR itu tertuang pada ayat (1) huruf b.
Dia menjelaskan angket adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu UU atau kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal penting strategis. Selain itu, berdampak luas terhadap kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan aturan perundang-undangan.
"Jadi, itu bunyi teks-nya. Tapi, di lapangan memang ada dua tafsir. Ada tafsir sempit dan ada tafsir yang lebih luas," kata Refly dalam Kabar Petang tvOne yang dikutip VIVA pada Kamis, 2 November 2023.
Baca Juga: PDIP Dorong Hak Angket DPR Usut Putusan MK, Pakar: Bisa Saja tapi Waktunya
Refly menguraikan paparanya soal tafsir sempit itu bahwa hak angket ditujukan kepada kekuasaan eksekutif. Namun, untuk tafsir luasnya, menurut dia, selain eksekutif bisa juga kekuasaan lainnya termasuk kekuasaan yudikatif.
"Lembaga independen sepanjang tidak masuk pada misalnya kalau Mahkamah Konstitusi itu penegakan hukumnya. Nah, praktiknya bagaimana, praktiknya sudah terjadi," jelas Refly.
Menurut dia, MK sebagai lembaga independen bisa jadi objek hak angket. Sebab, hal itu sudah pernah terjadi pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebelum ada revisi UU lembaga anti rasuah tersebut.
"Tidak hanya lembaga di bawah pohon eksekutif dilakukan angket. Tapi, KPK sebagai lembaga independen itu pernah di angket. Waktu KPK dulu sebelum perubahan UU KPK," jelas Refly.
Dia bilang jika seandainya hak angket mau dilakukan maka bukan ditujukan pada putusan MK. Namun, terkait governance atau tata kelola. "Jadi, apakah MK melaksanakan Undang-Undang secara good governance dan clear governance," kata Refly.
Pun, dia mengatakan dari sisi itu bisa dilihat. Tapi, ia menekankan hasil putusan hak angket tidak akan mengubah putusan yang sudah dibuat hakim MK.
"Dan, tentu tidak juga dapat memberhentikan hakim konstitusi karena proses pemberhentiannya kan sudah dilakukan oleh majelis kehormatan," ujar Refly.
Meski demikian, ia mengatakan bukan tak mungkin dalam hak angket ditemukan hal terkait dugaan adanya pelanggaran.
"Hal-hal yang luar biasa di mana good governance dan clean governance tidak dipraktikkan dengan baik di MK bahkan ada penyimpangan," lanjut Refly.
Refly menuturkan dalam hak angket itu juga bisa saja menemukan dugaan penyimpangan. "Dan, penyimpangan itu bukan tidak mungkin mengarah pada pihak-pihak yang terlibat termasuk misalnya Presiden Jokowi sekalipun," sebut Refly.
Lebih lanjut, dia menuturkan dirinya termasuk yang dukung usulan hak angket tersebut.
"Jadi, saya kira, saya termasuk yang mendukung dibuat angket ini. Asalkan kita ingin tegakkan namanya good governance dan clean governance," ujar Refly.