Soroti Putusan MK soal Syarat Cawapres, Relawan Saga: Bertentangan dengan Argumentasi Hukum

Sidang Putusan Batas Umur Capres dan Cawapres di Mahkamah Konstitusi
Sumber :
  • VIVA/M Ali Wafa

Jakarta – Langkah Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan gugatan perkara terkait syarat capres dan cawapres pernah kepala daerah tengah jadi sorotan. Putusan MK itu mengizinkan kepala daerah yang belum berusia 40 tahun maju jadi capres dan cawapres.

Barisan relawan pendukung yang tergabung dalam Sahabat Ganjar atau Saga pun memberikan tanggapan. Dewan Penasihat Saga Fahlesa Munabari menilai pihaknya menghormati putusan MK yang bersifat binding dan final.

Namun, dia mengkritisi karena putusan MK itu dianggapnya bertentangan dengan argumentasi hukum. Padahal, putusan sebelumnya dalam perkara gugatan yang hampir sama ditolak oleh MK seperti permohonan dari kader PSI dan Partai Garuda.

Dewan Penasihat Sahabat Ganjar, Fahlesa Munabari

Photo :
  • istimewa

Dia menyinggung alasan MK menolak beberapa permohonan lainnya karena perkara batas usia capres-cawapres merupakan ranah pembuat Undang-Undang yaitu DPR dan pemerintah.

Namun, Fahlesa heran dengan gugatan mahasiswa UNS, Almas Tsaqibbirru yang justru dikabulkan MK.

“Sahabat Ganjar Sangat menyayangkan putusan tersebut karena bertentangan dengan argumentasi hukum putusan MK sebelumnya dalam kurun waktu yang sangat berdekatan di hari yang sama terhadap gugatan PSI,” kata Fahlesa, dalam keterangannya, Selasa, 17 Oktober 2023.

Fahlesa menambahkan putusan MK yang mengabulkan permohonan gugatan Almas Tsaqibbirru janggal. Dia menyebut langkah MK itu tidak konsisten dengan argumentasi hukum terhadap penolakan gugatan perkara batas usia capres-cawapres sebelumnya.

Ketua MK Anwar Usman pimpin sidang putusan Batas Umur Capres dan Cawapres di Mahkamah Konstitusi

Photo :
  • VIVA/M Ali Wafa

Pun, dia menuturkan pihaknua sejalan dengan pendapat sejumlah hakim MK yang menyampaikan dissenting opinion (pendapat berbeda) seperti Saldi Isra dan Arief Hidayat. Selain itu, ada juga pakar hukum tata negara yang juga Mantan Ketua MK, Jimly Asshiddiqie.

Dijelaskan dia, mengutip pandangan Jimly bahwa penentuan batas spesifik usia capres-cawapres adalah hal teknis bersifat fleksibel. "Dan ditentukan oleh lembaga pembuat undang-undang, bukan ranah konstitusionalitas MK," ujar Fahlesa.

Lebih lanjut, dia menyindir kredibilitas dan integritas MK pasca putusan tersebut akan terus dipertanyakan dan dikritisi publik. Sebab, putusan itu erat kaitannya dengan isu politik dewasa ini yang menginginkan seorang kepala daerah berusia di bawah 40 tahun jadi kandidat cawapres.

“Bagaimanapun juga, mayoritas publik menghendaki agar proses politik dan hukum dalam menuju pemilu Februari 2024 dilaksanakan dengan cara-cara yang elok, elegan, dan tidak terkesan memaksakan untuk melanggengkan dinasti politik," jelas Fahlesa.

Sebelumnya, MK mengabulkan Nomor 90/PUU-XXI/2023 yaitu uji materil Pasal 169 huruf q Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang mengatur batas usia minimal capres dan cawapres.  

Gugatan tersebut dilayangkan mahasiswa UNS Almas Tsaqibbirru yang mengajukan permohonan usia Capres-Cawapres minimal berusia 40 tahun atau syarat pernah/sedang menjadi kepala daerah.