Ketua Umum ICMI Nilai Visi Perubahan Hanyalah Terminologi Politik untuk Menarik Simpati
- VIVA/M Ali Wafa
Bogor - Visi perubahan yang digelorakan seorang bakal calon presiden yang akan berlaga pada Pemilu 2024 sejatinya hanyalah istilah politik sebagai bagian dari upaya untuk menggalang simpati massa, kata Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Arif Satria.
Dalam wawancara eksklusif dengan VIVA pada program The Interview di Bogor, Jawa Barat, Jumat, 15 September 2023, Arif Satria mengingatkan publik untuk tidak perlu khawatir dengan visi atau retorika perubahan sebagaimana visi bakal calon presiden Anies Baswedan.
Sebab, dia meyakini, siapa pun yang menjadi presiden hasil Pemilu 2024, pasti akan melanjutkan hal-hal yang baik yang telah dibangun oleh pemerintahan sebelumnya, tetapi juga akan meninggalkan yang buruk atau tidak baik.
"Ini cuma terminologi [politik] saja. Pada prinsipnya, mana ada yang stop, kemudian langsung dimulai dari nol semua, kan enggak ada; semua pasti ada kesinambungan, pasti, meskipun rezim berganti selalu merasa ada kesinambungan," ujar Rektor IPB University tersebut.
Pembangunan jalan, misalnya. Tidak ada pembangunan jalan yang dihentikan pembangunannya setelah rezim pemerintahan berganti, malahan dibangun terus dan makin banyak yang tersambung.
"Itu karena apa? Karena, ya, setiap pergantian rezim, di mana pun, selalu ada upaya untuk melanjutkan," katanya, meyakini bahwa nyaris tak ada pergantian rezim yang merusak atau merombak hasil pembangunan pemerintahan sebelumnya.
Sejauh ini, dua tokoh bakal calon presiden, Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo, telah menegaskan komitmennya untuk melanjutkan hasil pembangunan yang telah dirintis oleh Presiden Joko Widodo sejak 2014. Di kubu lain, Anies Baswedan menggelorakan visi perubahan atas pemerintahan sekarang.
"Itu sesuatu yang, menurut saya, terminologi [politik], ya, sebagai upaya untuk kampanye. Silakan," katanya. Tetapi, dia menekankan, "pasti semuanya ada upaya untuk meneruskan, meskipun mungkin dengan cara yang berbeda."
Lagi pula, menurut Arif, pemerintah telah meluncurkan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045 yang menjadi pedoman atau garis besar pembangunan Indonesia hingga tahun 2045. Maka, siapa pun presidennya kelak harus berpedoman pada RPJPN.