Pakar Dorong Perlunya UU Transisi Presiden: Untuk Mengatur Peralihan Kekuasaan yang Damai
- VIVA/M Ali Wafa
Jakarta - Pakar hukum tata negara dan konstitusi Fahri Bachmid mendorong dibentuknya Undang-Undang Transisi Kepresidenan RI. Menurut Fahri, UU itu diperlukan dalam ketatanegaraan menjelang Pemilu 2024.
Dia mengatakan demikian karena perlu merumuskan pranata proses peralihan kekuasaan eksekutif secara tertib, damai, dan bermartabat dalam lingkungan jabatan kepresidenan RI pasca Pemilu 2024.
Fahri menuturkan pentingnya transfer kekuasaan secara damai di negara demokrasi besar seperti Indonesia. Maka itu, bagi dia, penting dan urgen untuk mendorong peralihan kekuasaan eksekutif secara tertib sehubungan dengan berakhirnya masa jabatan Presiden dan pelantikan Presiden yang baru terpilih.
Menurut dia, prinsip dasarnya adalah kepentingan nasional mensyaratkan agar peralihan jabatan Presiden tersebut dilakukan. Hal itu untuk menjamin kesinambungan pelaksanaan pembangunan.
Fahri juga menyebut potensi gangguan dalam bentuk apapun karena pengalihan kekuasaan eksekutif serta berimplikasi terhadap timbulnya instabilitas sosial politik. Menurut dia, pada hakikatnya bisa merugikan kepentingan nasional, baik pada aspek keamanan maupun kesejahteraan.
“Untuk itu pembahasan RUU ini jadi penting, untuk memastikan agar pola pengaturan serta institusionalisasi yang manageable,” kata Fahri, dalam keterangannya, Minggu, 3 September 2023.
Dia menambahkan, dengan UU itu diharapkan bisa secara fungsional mereduksi berbagai gangguan yang mungkin timbul pada proses peralihan kekuasaan eksekutif tersebut. Dengan demikian, peralihan terjadi secara tertib dalam jabatan Presiden.
Lebih lanjut, dia menambahkan pengaturan hukum transisi presiden secara doktriner, diorientasikan agar proses di mana presiden terpilih secara konstitusional bersiap mengambil alih administrasi pemerintahan dari presiden yang sedang menjabat.
“Kebutuhan hukum berupa UU Transisi Presiden sebagai alat untuk mengatur mekanisme serta memfasilitasi transisi kekuasaan yang tertib dan damai," jelas Fahri.
"Sekaligus mengatur aspek-aspek teknis lainya seperti layanan dan fasilitas transisi presiden yang disediakan oleh negara pada kantor sekretariat negara,” ujarnya.
Kemudian, ia menuturkan perjalanan bangsa dan negara Indonesia sepanjang yang berkaitan dengan proses peralihan kekuasaan antara presiden selama ini belum tumbuh dalam tradisi ketatanegaraan yang baik. Fahri mengatakan seperti itu karena secara konstitusional, instrumen transisi presiden tidak diatur secara spesifik.
Padahal, kata dia, dengan kebijaksanaan yang tinggi serta kearifan dari seorang kepala negara dalam menciptakan tradisi ketatanegaraan terkait keberlangsungan dan transisi kekuasaan, sangat penting untuk dikembangkan.
“Sehingga ke depan merupakan suatu keniscayaan untuk dipositifkan dalam sebuah UU khusus, dan secara simbolik perlu dipertahankan sebagai sebuah custom atau tradisi ketatanegaraan," tuturnya.