Gonjang-ganjing Pemilu, Rakyat Harus Cerdas agar Tak Jadi Kayu Bakar Politik Oligarki
- Dok. VIVA
Jakarta – Ajang Pemilihan umum (Pemilu) serentak 2024 semakin hari semakin dekat. Belakangan ini, tensi politik juga semakin memanas bahkan terjadi saling kritik saling serang antara satu politisi dengan politisi lainnya.
Pengamat politik Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Studi Masyarakat dan Negara (LAKSAMANA), Samuel F. Silaen mewanti-wanti masyarakat Indonesia agar tak terprovokasi dengan isu-isu politik yang ada. Menurutnya, apa yang saat ini terjadi di ranah politik tanah air sangat dinamis dan masyarakat diharapkan tidak terlalu fanatik terhadap salah satu kelompok politik.
"Tidak ada kawan dan lawan abadi yang ada hanya kepentingan abadi, inilah realitas kehidupan politik di muka bumi. Pertarungan terbuka tak terelakkan itulah sejatinya nature-nya politik. Bila kepentingan politik sama maka jadi kawan atau sekutu. Akan jadi lawan bila kepentingan politik sudah beda," kata Silaen dalam keterangan yang diterima, Kamis 24 Agustus 2023.
Menurut Silaen dalam persaingan politik yang terpenting adalah bagaimana caranya berkuasa. "Politik itu kepentingan dan kekuasaan, makanya setiap orang bergelut dengan dunia politik karena dilatarbelakangi berbagai macam keinginan atau kebutuhan yang mengikutinya. Disadari atau sekedar ikutan, namun di politik itu kalau belum jadi penguasa maka ikut nebeng dengan penguasa, kalau mau!" ujar Silaen
Silaen mengatakan, suguhan klaim-klaim atau jargon politik itu sudah jadi serapan hari- hari para politikus. Justru, lanjut Silaen, kalau tidak ada klaim atau jargon maka tidak menarik untuk disimak atau di ikuti. "Ibarat film sinetron kalau tidak dibumbui dengan adegan panas maka garing itu filmnya. Jadi cocok sudah dengan lagu yang berjudul dunia ini panggung sandiwara dan seterusnya, "papar Silaen.
Dia mengatakan, atraksi politik yang terjadi saat ini dilakukan demi meraih simpati rakyat supaya terbius atau terpedaya oleh suguhan pemain politik. "Semakin panas adegan maka semakin membuat penonton (rakyat) tertarik untuk mengikuti drama- drama yang disuguhkan oleh para pemain, boleh saja memanas karena sudah beda haluan, tadinya koalisi sekarang jadi rival," sebut mantan fungsionaris DPP KNPI itu.
Dalam kondisi ini, rakyat sebagai penonton harus jeli, cerdas dan cermat untuk melihat alur jalan ceritanya. Apa yang sesungguhnya terjadi, belum tentu jadi kenyataan. "Kenapa kawan koalisi bisa berseteru padahal sama- sama menikmati something dari permainan yang diperankan itu. Sesungguhnya emosi penontonlah yang sedang diobok-obok oleh pemerannya, "tutur alumni Lemhannas Pemuda 2009 itu.
Menurut Silaen, saat ini elite-elite sedang kongkow-kongkow sambil menikmati kopi panas dengan goreng pisang sambil bercerita tentang 'atraksi politik' yang sedang mereka perankan. "Apakah bagus atau masih kurang, demikianlah sesungguhnya yang terjadi. Rakyat sebagai penonton terkadang terbawa di perasaannya, sampai tak bisa tidur nyenyak memikirkannya, "jelas Silaen.
"Maka tak heran banyak (figuran dan pemain utama) yang stress berat karena klaim- klaimnya tidak seindah hasil yang diperoleh. Karena belum menang (winner) sesuai yang diharapkan. Intinya adalah kudu sabar jika masih belum berhasil mendapatkan dukungan rakyat. The next time dicoba lagi, " tambah Silaen.
Diakhir cerita, meskipun ada yang menang dan kalah maka semua pemerannya mendapatkan 'hasil'nya dan ada juga yang dapat kategori aktor terbaik dan seterusnya. "Maka rakyat Indonesia dapat apa sebagai penonton? Sekali lagi rakyat sebagai pemilih harus cerdas supaya tidak jadi kayu bakar politik oligarki, "canda Silaen.
Lebih lanjut kata pengamat politik itu, hasil pemilulah jadi jawabannya. Itulah 'game'nya, seperti pepatah bijak sebelum janur kuning melengkung maka siapapun berhak untuk berusaha mendapatkannya. "Yang penting kelihatan fairness, agar tidak menimbulkan hura- hara konflik yang dapat merugikan kepentingan umum," pungkasnya.