MK Tegas Larang Tempat Ibadah Jadi Lokasi Kampanye Politik
- VIVA/M Ali Wafa
Jakarta – Mahkamah Konstitusi (MK) merevisi penjelasan Pasal 280 ayat 1 huruf h UU Pemilu terkait larangan kampanye di tempat ibadah dan fasilitas pemerintah. Pemohon dalam gugatan itu diajukan warga bernama Handrey Mantiri dan anggota DPRD DKI Jakarta, Yenny Ong.
Putusan diketuk MK pada Selasa, 15 Agustus 2023 dengan sidang dipimpin Ketua MK Anwar Usman. Dengan putusan itu, MK menegaskan memperkuat larangan kampanye politik di tempat ibadah.
"Mengabulkan permohonan untuk sebagian," kata hakim Anwar Usman dalam sidang.
Pemohon menggugat Pasal 280 ayat (1) huruf h UU Pemilu yang bunyinya “Pelaksana, peserta dan tim kampanye Pemilu dilarang menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan.”
Dalam penjelasan pasal yakni: “Fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan dapat digunakan jika peserta pemilu hadir tanpa atribut kampanye pemilu atas undangan dari pihak penanggung jawab fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan.”
Sementara, Pasal 280 ayat 1 huruf h UU Pemilu kini direvisi atau diubah menjadi: “Pelaksana, peserta dan tim kampanye Pemilu dilarang menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan, kecuali untuk fasilitas pemerintah dan tempat pendidikan sepanjang mendapat izin dari penanggung jawab tempat dimaksud dan hadir tanpa atribut kampanye pemilu.”
MK menimbang penggunaan tempat ibadah sebagai tempat kampanye berpotensi memicu emosi dan kontroversi serta merusak nilai-nilai agama. Apalagi, kondisi masyarakat kekinian yang mudah terprovokasi dan cepat bereaksi terkait isu-isu politik identitas.
Meski demikian, hakim Saldi Isra mengatakan, pembatasan penggunaan tempat ibadah untuk berkampanye tidaklah berarti ada pemisahan antara agama dengan institusi negara.
“Namun lebih kepada proses pembedaan fungsi antara institusi keagamaan dengan ranah di luar agama dalam masyarakat, terutama untuk masalah yang memiliki politik praktis yang sangat tinggi," ujarnya.