Jokowi Cawe-cawe Ingin 2 Pasangan Capres, SBY Sebut Sebagian Rakyat Marah Tanpa Kubu Perubahan

Ketua Majelis Tinggi Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan lukisannya
Sumber :
  • istimewa

Jakarta – Presiden RI ke-6 yang juga Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY, menilai tidak salah Presiden Jokowi berkehendak agar capres-cawapres cuma 2 pasang saja. Namun, SBY juga mengungkit soal keadilan apabila cawe-cawe itu menginginkan 2 pasangan saja, dilakukan dengan ancaman.

SBY menjelaskan, sebenarnya tidak ada yang salah dengan keinginan Presiden Jokowi tersebut. Karena tidak ada larangan untuk berkehendak demikian. 

"Mungkin Pak Jokowi akan melakukan pekerjaan politik untuk mencapai tujuan dan sasaran ini. Politik itu banyak caranya. Yang penting tujuan tercapai, kata sebagian kalangan. Meskipun, sebagian kalangan yang lain berpendapat bahwa cara-cara yang digunakan itu janganlah dengan “menghalalkan segala cara”. Tetapi, dalam politik, soal halal dan tidak halal itu juga subyektif. Tergantung dari mana memandangnya," jelas SBY, dalam bukunya 'Pilpres 2024 dan Cawe-Cawe Presdien Jokowi, dikutip VIVA, Selasa 27 Juni 2023.

Buku SBY berjudul Pilpres 2024 & Cawe-cawe Presiden Jokowi

Photo :
  • Abdullah Rasyid-Demokrat

Begitu juga bila Jokowi melakukan kerja politik mewujudkan kehendaknya tersebut. Yakni meminta pimpinan partai di kabinetnya, yang sebagian adalah ketua umum partai, untuk mengikuti apa yang disampaikan Jokowi soal pasangan capres-cawapres.

"Menurut pendapat saya tidak boleh Pak Jokowi divonis sebagai melakukan tindakan yang salah atau buruk," katanya.

Tetapi, cawe-cawe untuk menentukan pasangan capres dan cawapres ini hanya 2 pasang sesuai kehendak, bisa juga salah. SBY mengatakan, cawe-cawe ini akan salah apabila Jokowi dan para menteri 'all out' agar partai di kabinet tidak membentuk poros ketiga dengan cara ancaman.

"Ya inilah yang menjadi masalah," kata SBY.

Eks Ketua Umum Partai Demokrat itu mencontohkan, ancaman terhadap pimpinan partai akan diperkarakan secara hukum apabila tidak menuruti keinginan Jokowi. Mereka yang tidak sejalan, akan ditersangkakan dalam persoalan hukum.

"Konon, Pak Jokowi dan pembantu-pembantunya merasa mengantongi kasus-kasus pelanggaran hukum dari para pemimpin parpol tersebut. Kalau hal ini benar-benar terjadi, atau ya memang begitu yang terjadi, ini akan menjadi kasus yang serius," katanya.

Lebih lanjut, SBY menjelaskan, kalau semua dugaan tersebut benar, dia menilai Jokowi telah melakukan politik tebang pilih. Sebab, yang nurut akan selamat walau punya persoalan hukum, tetapi yang tidak menuruti akan dihadapkan dalam masalah hukum.

"Ini tidak bisa mencegah tuduhan kepada Presiden Jokowi sebagai tidak etis dan tidak adil. Pak Jokowi akan dinilai telah mengingkari sumpah yang beliau sampaikan pada tanggal 20 Oktober 2014 dan tanggal 20 Oktober 2019, yang antara lain berbunyi, “... akan memenuhi kewajiban
Presiden Republik Indonesia dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya.”," jelas SBY.

Lebih lanjut SBY menjelaskan, proses hukum terhadap siapapun yang bersalah harus dilakukan. Apalagi lanjut SBY, menjadi masalah serius kalau sampai Presiden menghalang-halangi penegakan hukum, obstruction of justice, jelas-jelas sebagai tindak pidana dan ada sanksi hukumannya.

"Dalam UU tentang Tipikor di Indonesia misalnya, perbuatan menghalang-halangi
proses hukum yang berkaitan dengan pemberantasan korupsi, diancam dengan hukuman penjara minimal 3 tahun dan maksimal 12 tahun," jelasnya.

Hukum seperti bisa dipermainkan. Sehingga kata SBY, sering kali dicap bahwa panglima bukan kebenaran dan keadilan, tetapi politik dan kekuasaan. 

SBY menegaskan, kepentingan apa juga sehingga pasangan capres-cawapres dibatasi hanya 2 pasangan saja. Dia mencontohkan, pada Pemilu 2004 di era Presiden Megawati Soekarnoputri, pasangan capres-cawapres ada 5 yang bertarung.

Rakyat Bisa Marah Tanpa Ada Pro Perubahan

Masih soal keinginan pasangan capres-cawapres hanya 2 saja. SBY melihat, saat ini ada 2 kubu besar di masyarakat yang menjadi aspirasi mereka. Yakni yang pro keberlanjutan dan yang pro perubahan.

Maka kedua kubu ini menurut SBY, harus terwadahi dalam pasangan capres-cawapres. Menurutnya, publik bisa sangat marah kalau karena keinginan untuk 2 pasang saja membuat kubu pro perubahan tidak bisa ikut.

"Separuh rakyat kita bisa marah karena tak ada yang mewakili mereka. Mereka juga sangat kecewa karena tak ada pasangan Capres-Cawapres yang mereka bisa titipkan harapan dan aspirasinya. Kalau separuh rakyat kita marah bagaimanapun akan berakibat pada adil dan damainya Pilpres 2024 mendatang," katanya.

Salah satu poros koalisi saat ini adalah Koalisi Perubahan dan Persatuan. Dimana digagas oleh 3 partai yakni Demokrat, PKS dan Nasdem. Mereka resmi mengusung Anies Baswedan sebagai Capres 2024.