Dorong Aturan yang Dongkrak Keterwakilan Perempuan di Parlemen, Puan: Jangan Sampai Mundur

Ketua DPR RI, Puan Maharani
Sumber :
  • DPR RI

VIVA Politik – Ketua DPR RI, Puan Maharani mendorong ada aturan pemilu yang mendukung penambahan keterwakilan perempuan di parlemen. Dia menilai keberadaan perempuan dalam lembaga legislatif merupakan hak yang diatur dalam konstitusi.

Puan menyoroti demikian karena polemik mengenai Pasal 8 Ayat (2) Peraturan KPU (PKPU) Nomor 10 Tahun 2023 Tentang Keterwakilan Perempuan dalam Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota pada Pemilu 2024.

“Anggota DPR perempuan punya perananan penting memperjuangkan perempuan, ibu, dan anak, karena memperjuangkan kaumnya sendiri. Jadi  aturan Pemilu harus mendukung peningkatan keterwakilan perempuan di parlemen, bukan malah sebaliknya,” kata Puan, Kamis, 25 Mei 2023.

Pasal 8 Ayat (2) PKPU Nomor 10 Tahun 2023  mengatur soal pembulatan desimal ke bawah dalam teknis penghitungan proporsi jumlah perempuan di satu daerah pemilihan (dapil). Sebagian kalangan khawatir aturan tersebut bisa membuat keterwakilan perempuan sebagai calon anggota legislatif (caleg) menurun jadi di bawah 30 persen. 

Kekhawatiran itu karena dalam pasal itu disebut bila penghitungan 30 persen jumlah bakal caleg perempuan di setiap dapil menghasilkan angka pecahan desimal di belakang koma kurang dari 50, maka hasil penghitungan dilakukan pembulatan ke bawah. Apabila hasil lebih dari 50, baru penghitungan dilakukan pembulatan ke atas.

Rapat paripurna DPR (Foto ilistrasi).

Photo :
  • VIVA/ Anwar Sadat.

Pun, beleid tersebut berbeda dengan pengaturan Pemilu 2019 di mana dalam Pasal 6 ayat (2) Peraturan KPU Nomor 20 Tahun 2018 mengatur apabila dalam hal penghitungan 30 persen jumlah bakal caleg perempuan di setiap dapil menghasilkan angka pecahan, maka dilakukan pembulatan ke atas. Puan pun berharap aturan Pemilu lebih mengakomodir keterwakilan perempuan.

“Jangan sampai mundur lagi karena aturan yang mungkin maksudnya mempermudah proses penghitungan, tapi justru merugikan kalangan perempuan,” kata politikus PDIP tersebut.

Lebih lanjut, dia menyinggung laporan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) yang memprediksi akan banyak dapil yang terdampak jika aturan baru PKPU diterapkan. Padahal, saat ini sudah ada peningkatan jumlah perempuan yang terpilih jadi anggota DPR RI. 

Dia mencontohkan periode 2014-2019, total anggota DPR perempuan hanya 17 persen. Namun, periode 2019-2024, jumlah perempuan yang menjadi anggota DPR RI meningkat jadi sekitar 21 persen.

Bagi Puan, aturan yang ada mesti mendukung peningkatan eksistensi perempuan. Dia bilang perempuan sudah terbukti dengan kepemimpinanya banyak membawa manfaat bagi kesejahteraan rakyat. 

Lalu, ia mencontohkan keberhasilan UU No 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) yang berhasil disahkan berkat perjuangan masyarakat di mana mayoritas datangnya dari kalangan perempuan. Ia mengklaim saat ini produk legislasi juga banyak yang mendukung peran perempuan. 

Menurut dia, salah satu produk legislasi itu adalah Rancangan Undang-undang Kesejahteraan Ibu dan Anak (RUU KIA).

“Sekarang juga banyak anggota perempuan DPR RI yang menempati posisi pimpinan Alat Kelengkapan Dewan (AKD). Banyak perempuan Indonesia juga sudah berhasil menjadi kepala daerah, atau pemangku kebijakan," jelas Puan.

Kemudian, ia mengatakan dalam kancah internasional, peran perempuan dalam pengambilan keputusan suatu negara juga acap kali menimbulkan decak kagum para pemimpin negara lain. Puan menyebut, banyak negara dengan kepemimpinan perempuan dianggap sukses menghadapi pandemi COVID-19 lalu.

Maka itu, Puan mendorong perempuan agar bisa lebih banyak dilibatkan dalam kancah politik. Ia meyakini perempuan akan memberi sumbangsih apabila jadi pemangku kebijakan.

“Perempuan butuh berpolitik karena politik butuh perempuan. Banyak keputusan penting yang diambil perempuan berhasil melakukan perubahan. Dan keterwakilan perempuan di bidang politik, termasuk parlemen, adalah amanat konstitusi kita," ujarnya.