Yusril Ihza Mahendra: Kualitas Keislaman Pak Jokowi dan Pak Prabowo Sama
- VIVA/M Ali Wafa
VIVA Politik – Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra buka-bukaan tentang polemik politik pada pemilu 2019 ketika berselisih pendapat dengan Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII), organisasi kemasyarakatan Islam yang ikut mendirikan PBB pada 1998.
DDII merupakan ormas Islam yang didirikan oleh tokoh utama Masyumi yang juga mantan perdana menteri, Mohammad Natsir, dan sejumlah tokoh lainnya pada 1967.
DDII, bersama beberapa ormas Islam termasuk FPI tergabung dalam Ijtima Ulama pada 2018, menerbitkan fatwa untuk mendukung pasangan calon presiden dan wakil presiden Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Sementara Yusril dan PBB memilih mendukung pasangan Joko Widodo-Ma'ruf Amin.
Dalam wawancara eksklusif dengan VIVA pada program The Interview di Jakarta, 22 Maret 2023, Yusril menceritakan kilas balik perselisihan politik pada waktu itu yang telah melebar ke ranah ideologis atau akidah. Sebab, katanya, berdasarkan fatwa Ijtima Ulama, sebagian kalangan menganggap sosok Prabowo dan Sandiaga lebih memenuhi prasyarat sebagai pemimpin yang mesti didukung oleh umat Islam, sedangkan Jokowi tidak.
Yusril menolak pandangan atau keputusan itu dan menganggap pilihan Jokowi-Ma'ruf atau Prabowo-Sandiaga hanyalah simpulan atas interpretasi politik, dan tak hubungannya dengan keyakinan akidah atau keimanan.
"Menurut saya, perbedaan dukungan kepada Prabowo kepada Jokowi itu hanya persoalan ijtihad yang menyangkut orang: kalau pemimpin itu sama-sama muslim dan kualitasnya itu lebih kurang sama, dan menurut saya, kualitas Islam-nya Pak Jokowi dengan Pak Prabowo, ya, lebih kurang sama," katanya.
"Mau pilih Prabowo atau pilih Jokowi sama aja," katanya, menekankan, "yang paling penting siapa yang menang, kepentingan-kepentingan umat Islam bisa terjaga."
Ijtima Ulama yang sampai membuat fatwa resmi mendukung Prabowo-Sandiaga, menurutnya, tidak perlu, karena itu termasuk politisasi agama yang sudah berlebihan. Apalagi menyusul fatwa itu, setelah Prabowo-Sandiaga dinyatakan kalah dari pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin, muncul seruan-seruan bermuatan agama yang menentang hasil pemilu.
"Apalagi Neno Warisman baca puisi, 'Ya Allah, tidak ada lagi orang yang akan menyembah-Mu kalau ini calon yang kami dukung kalah'. Itu terlalu jauh politisasi agama; itu menurut saya terlalu jauh," ujarnya.
Muawiyah atau Ali
Dia berharap tidak ada lagi fatwa ulama semacam Ijtima Ulama dalam pemilu tahun 2024, karena fatwa semacam itu terbukti membelah masyarakat. Mestinya pula, katanya, umat Islam di Indonesia belajar dari sejarah konflik politik dalam Islam setelah Nabi Muhammad wafat, ketika terjadi polemik siapa khalifah yang sah, Ali bin Abi Thalib atau Muawiyah bin Abu Sufyan.
Ali maupun Muawiyah sama-sama sahabat utama Nabi Muhammad, namun kala itu dukungan politik lebih banyak kepada Muawiyah. Para simpatisan Ali, yang menganggap Ali lebih pantas karena merupakan sepupu sekaligus menantu Nabi Muhammad, lantas membentuk faksi atau entitas politik tersendiri yang disebut Syiah dan terpisah dari Muawiyah.
"Lama-lama ini (perselisihan politik antara kubu Muawiyah bin Abu Sufyan dengan Ali bin Abi Thalib) bukan hanya perbedaan politik tapi masuk ke bidang akidah, ke tafsir fikih, sampai hari ini. Jadi, saya pikir kita belajarlah dari sejarah," katanya, mengingatkan.
Di luar pemerintahan
Dalam konteks politik Indonesia setelah pemilu 2019, Yusril mengingatkan, mereka yang sebelumnya berseteru sengit, yakni Jokowi, Ma'ruf Amin, Probowo, dan Sandiaga, berdamai dan malah bekerja sama dalam kabinet.
"Kita lihat [setelah] pemilu 2019, antara Pak Jokowi dengan Pak Prabowo--yang ini didukung Ijtima--tapi kan [setelah] pemilu selesai, Pak Prabowo-nya jadi anggota kabinetnya Pak Jokowi, Pak Sandi-nya juga," katanya.
Sebaliknya, Yusril mengingatkan juga, meski dia mendukung Jokowi-Ma'ruf dan bahkan menjadi pengacara pasangan itu, dia tidak diangkat menjadi menteri. "Saya kan enggak jadi anggota kabinet, saya tetap di luar saja; [tapi] saya tetap objektif menilai Pak Jokowi sampai hari ini."