Jokowi Diam soal Transaksi Rp 349 T, Pakar Desak DPR Ambil Alih Lewat Pansus

Mahfud MD dan Ketua PPATK Hadiri RDP Dengan Komisi III DPR Terkait 349 Triliun
Sumber :
  • VIVA/M Ali Wafa

VIVA Politik – Ekonom Institute for Development of Economic and Finance (Indef), Didik J Rachbini, menilai Presiden Joko Widodo terkesan diam dalam menyikapi transaksi Rp 349 triliun yang diangkat ke publik oleh Menkopolhukam Mahfud MD. Khawatir berdampak pada kepercayaan publik terhadap lembaga-lembaga negara itu, pansus dianggap bisa membongkar kasus ini dan menghindari liarnya isu tersebut.

Diamnya Presiden, kata Didik, sebenarnya juga mendapat benefit politik dari hiruk pikuk yang terjadi.

"Presiden Jokowi mendapat manfaat atau benefit politik dari kontroversi dan pertentangan 4 sudut yang sangat keras dari para anak buahnya," jelas Didik, dalam keterangannya yang diterima VIVA, Kamis 30 Maret 2023.

Didik Rachbini (foto/Nur Terbit/Univ Paramadina)

Photo :
  • vstory

Meski begitu, Didik melihat biaya sosial politik dan hukum serta kelembagaan yang justru sangat mahal. Apalagi Presiden terkesan diam.

"Pertentangan secara terbuka dan dalam kebingungan purna terjadi antara PPATK, Menkopolhukam, Kementerian Keuangan, dan DPR. Pertarungan seperti ini merusak diri sendiri, menciderai tatanan kelembagaan, dan mengacaukan suasana psikologis yang semakin buruk. Kisruh ini pertarungan terbuka  diantara "anak-anak Presiden" sendiri sambil disaksikan oleh jutaan mata rakyat secara meluas," jelas Guru Besar Ekonomi tersebut.  

Dalam iklim demokrasi, sejumlah isu politik seperti 3 periode, penundaan pemilu hingga berbagai isu yang sempat mencuat di publik, hilang dari pandangan dan pengamatan publik.

Didik menilai, pertentangan yang semakin dalam pada masalah ini bisa menimbulkan kerusakan jika dibiarkan. Terutama pada kepercayaan publik terhadap lembaga negara yang bisa saja semakin menurun.

"Konflik semakin panas dan saling tidak percaya antar lembaga-lembaga Presiden akan semakin merusak tatanan lembaga-lembaga tersebut. Modal sosial pemerintahan semakin tergerus negatif dan akan diturunkan sebagai modal sosial yang lemah pada masa berikutnya," jelasnya.

DPR Ambil Alih Lewat Pansus

Didik menilai, ada kesan pembiaran dari persoalan Rp 349 triliun ini. Dikhawatirkan, akan semakin berkembang dan berdampak buruk. Juga rawan menjadi isu yang tidak terkendali.

Masyarakat dibuat bingung, sementara antaran DPR dan pemerintah pun bahkan terjadi silang pendapat. Itu terlihat dalam rapat antara Menkopolhukam dengan Komisi III DPR Rabu siang hingga malam kemarin.

"Karena itu, ada peluang DPR dapat mengendalikan masalah ini dengan mekanisme dan instrumen aturan legal yang baik. Juga agar supaya isu ini tidak menjadi bola liar, maka sebaiknya DPR membentuk pansus gabungan Komisi III dan Komisi XI karena ini adalah masalah hukum di bidang pajak dan keuangan," jelasnya.  

Usulan untuk membentuk pansus, sempat terlontar dari sejumlah anggota Komisi III DPR RI dalam rapat dengan Mahfud MD yang juga dihadiri PPATK. Opsi lain juga dengan menghadirkan Menteri Keuangan Sri Mulyani, lantaran adanya perbedaan data antara Mahfud dengan Menkeu.

"Dengan pembentukan pansus, maka DPR bisa mendinginkan lebih dahulu isu ini dan jeda sebentar dengan mengambil momentum kesabaran pada bulan puasa. Pansus bisa dijalankan setelah 3-4 minggu ke depan setelah lebaran dimana hati yang sabar dan dingin akan menjadi modal menyelesaikan masalah bangsa yang rumit ini," jelasnya. 

Keuntungan lewat pansus, juga bisa lebih mendalam. Maka DPR bisa meminta Badan Pemeriksa Keuangan atau BPK untuk audit investigatif transaksi Rp 349 triliun tersebut. Sehingga bisa diidentifikasi kemungkinan adanya tindakan penyelewengan atau kecurangan yang terjadi di dalam suatu entitas, terutama di dalamnya terkait dengan dana publik, APBN.  

"Audit investigatif akan menghilangkan dugaan dan analisis liar yang terus menerus berkembang sangat simpang siur di media massa dan bahkan juga terjadi kebingungan pula di DPR sendiri karena sidang di Komisi XI dan III juga tidak dibahas dengan data yang sangat tidak memadai dan tidak lengkap," katanya.  

Dengan pansus yang bisa meminta audit ke BPK, maka data yang cermat dan legal, bisa didapatkan dalam mengungkap dugaan transaksi itu.

"Berbeda dengan rapat komisi yang hanya meraba-raba hal-hal terkait dengan dana liar tersebut. Audit seperti ini akan bisa menjelaskan dengan data, siapa yang melakukan tindakan penyelewengan atau kecurangan, terutama terkait dana publik  APBN," ujarnya.

Audit investigatif oleh BPK juga, bisa menjadi bukti hukum terkait apakah ada penyimpangan dari dana senilai Rp 349 triliun itu.

"Jumlah Rp 349 trilyun tersebut sudah jelas ada, tetapi masih simpang siur keterkaitannya dengan kementrian-kementrian. BPK juga akan memeriksa dokumen dan data terkait langsung ribuan bukti transaksi, yang diserahkan PPATK selama ini. Bahkan BPK dan pansus bisa memanggil pihak-pihak yang terkait dana tersebut.  Publik menunggu hasil analisis dan kesimpulan dan pangumpulan data dari audit tersebut," jelasnya.

Maka bila pansus ada dan melibatkan audit investigatif BPK, maka hasilnya bisa diketahui dan diumumkan ke publik, terutama yang tidak terkait kerahasiaan. Sedangkan temuan hukum, bisa ditindak lanjuti secara hukum juga.

"Dengan cara demokrasi substansi seperti ini, maka masyarakat tidak akan kebingungan. Selanjutnya, hal seperti ini akan menjadi tradisi bagi DPR untuk menyelesaikan masalah-masalah hukum, anggaran publik dan masalah pemerintah lainnya yang menjadi kontroversi besar di publik," jelas Didik.  

Bahkan termasuk Kementrian keuangan yang ikut terseret, lanjut Didik, sebenarnya juga mendapat manfaat dari audit investigatif dan pansus ini.  

"Hasil audit bisa menjadi modal dasar untuk melakukan reformasi kelembagaan di Kementerian Keuangan secara fundamental.  Dengan langkah-langkah pansus DPR seperti ini diiringi oleh audit investigatif dari BPK, maka isu kontroversial yang membingungkan dapat diselesaikan secara lebih tertata, legal, terkendali," jelasnya.