Demokrat Dukung Bentuk Pansus Bongkar Transaksi Janggal Rp 349 T Kemenkeu
VIVA Politik - Komisi III DPR RI mengklaim tengah mendalami dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) sebesar Rp 349 triliun yang dilaporkan Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) kepada Kementerian Keuangan atau Kemenkeu.
Komisi III DPR RI perlu dalami persoalan tersebut dengan memanggil Menko Polhukam Mahfud MD, Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Kepala PPATK Ivan Yustiavandana.
"Komisi III sedang mendalami berbagai informasi seputar dugaan TPPU hingga RP349 triliun di lingkup tugas dan fungsi di lingkungan Kementerian Keuangan," kata Anggota Komisi III DPR RI Didik Mukrianto kepada wartawan, Jumat, 24 Maret 2023.
Baca Juga: Sri Mulyani Buka-bukaan Kasus Menonjol di Laporan PPATK: Impor Ekspor Emas dan Money Changer
Didik menyampaikan, informasi adanya transaksi janggal senilai Rp 349 triliun saat ini masih simpangsiur. Maka itu, kata dia, perlu dilakukan pendalaman Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.
"Mengingat informasi yang berkembang masih simpang siur, untuk memperjelas standing-nya, perlu melakukan konfirmasi dan validasi kepada Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU, khususnya kepada Menkopolhukam, Kemenkeu dan juga PPATK," jelas politikus Demokrat tersebut.
Rencananya, Komisi III DPR RI dijadwalkan menggelar rapat dengan Menko Polhukam Mahfud MD, Menkeu Sri Mulyani dan Kepala PPATK Ivan Yustiavandana, pada Rabu, 29 Maret 2023. Jadwal semula rapat antara Komisi III DPR dengan Mahfud serta PPATK diundur jadi Rabu, pekan depan.
"Harapan untuk menjadikan semuanya terang, Komisi III akan melakukan Rapat Dengar Pendapat Umum dengan Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU pada 29 Maret 2023," kata Didik.
Didik bilang, Komisi III memungkinkan menggunakan hak angket dalam hal ini pembentukan panitia khusus untuk membongkar transaksi janggal ratusan triliun tersebut. Menurut dia, hal itu lumrah dilakukan DPR memakai haknya.
"Memang harus dimaksimalkan oleh DPR dalam menjalan fungsi check and balances atas kebijakan dan kinerja pemerintah. Apalagi menyangkut kepentingan yang strategis dan berdampak luas serta yang berpotensi melanggar UU," tutur Didik.