Pidato Politik AHY Soroti Penundaan Pemilu: Apa Iya Ada Plt Presiden?
- Istimewa
VIVA Politik – Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), kembali menyoroti putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, yang meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menunda gelaran Pemilu 2024.
AHY mengatakan, mayoritas masyarakat yang ditemuinya menolak tegas penundaan pemilu. Hal tersebut diungkap AHY, dalam pidato politik di Tennis Indoor Senayan, Selasa, 14 Maret 2023.
"Mencermati keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang meminta KPU untuk menghentikan tahapan Pemilu 2024 mendatang, tentu mengusik akal sehat dan rasa keadilan kita," kata AHY.
AHY menjelaskan, kalau masih ada orang yang takut bicara. Tetapi Partai Demokrat, menyampaikan aspirasi masyarakat untuk menolak penundaan pemilu.
"Memang saat ini banyak orang takut bicara, takut ditangkap jika berseberangan dengan sikap penguasa. Tetapi rakyat masih bersyarat, kami Partai Demokrat menolak penundaan Pemilu 2024. Rakyat yang saya temui di seluruh pelosok negeri menolak penundaan Pemilu 2024," sambungnya.
AHY lantas mempertanyakan siapa sosok yang akan memimpin Indonesia jika Pemilu 2024 benar ditunda. Sebab, tidak ada Plt Presiden hingga Plt DPR atau DPD di pemerintahan Indonesia.
"Jika Pemilu 2024 dipaksakan, ditunda lalu siapa yang akan memimpin kita nanti? Karena perintah konstitusi pemerintahan saat ini akan mengakhiri masa tugasnya pada tanggal 20 Oktober 2024," tuturnya.
"Pertanyaannya begini, apa iya ada Plt Presiden? Apa iya, kan ada ratusan Plt anggota DPR RI dan DPD RI? Apa iya akan ada ribuan Plt anggota DPRD provinsi kabupaten/kota? Kalau di negara kita ada Plt Presiden dan dibuat plt wakil rakyat yang berkuasa selama 2 hingga 3 tahun, betapa kacaunya situasi nasional kita," papar putra sulung Presiden RI ke-6 itu.
Jika Pemilu 2024 ditunda, AHY khawatir akan pandangan dunia terhadap Indonesia. Selain itu, AHY juga menilai Indonesia tak akan punya legitimasi yang kuat jika penyelenggaraan pemilu ini benar ditunda.
"Saya khawatir, semua pejabat negara menduduki kursi kekuasaan tanpa pemilu yang demokratis. Artinya tidak punya legitimasi yang kuat sehingga kekuasaan yang dimiliki tidak sah dan juga tidak halal," tandasnya.
Penundaan pemilu kembali mencuat, setelah gugatan Partai Prima terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI dikabulkan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat (Jakpus). Pemilu 2024 kemungkinan ditunda sebab majelis hakim memerintahkan tahapan pemilu 2024 diulang dari awal pada putusannya dan KPU membayar ganti kerugian Rp 500 juta kepada Partai Prima.
"Menghukum Tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 (dua) tahun 4 (empat) bulan 7 (tujuh) hari," demikian bunyi putusan tersebut yang diketok majelis hakim hari ini pada Kamis, 2 Maret 2023.
Gugatan Partai Prima ini dilayangkan pada 8 Desember 2022 dengan nomor register 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst.
Dalam gugatannya, Partai Prima mengaku dirugikan oleh KPU RI dalam melakukan verifikasi administrasi partai politik yang ditetapkan dalam Rekapitulasi Hasil Verifikasi Administrasi Partai Politik Calon Peserta Pemilu. Akibat verifikasi KPU tersebut, Partai Prima dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS) dan tidak bisa mengikuti verifikasi faktual.
Partai Prima juga mengatakan KPU tidak teliti dalam melakukan verifikasi yang menyebabkan keanggotannya dinyatakan TMS di 22 provinsi. Padahal setelah dipelajari dan dicermati Partai Prima, jenis dokumen yang sebelumnya dinyatakan TMS tersebut, ternyata juga dinyatakan Memenuhi Syarat oleh KPU dan hanya ditemukan sebagian kecil permasalahan.
Akibat dari kesalahan dan ketidaktelitian KPU, Partai Prima merasa mengalami kerugian immateriil yang mempengaruhi anggotanya di seluruh Indonesia. Untuk itu, dalam petitumnya, Partai Prima meminta majelis hakim PN Jakpus menghukum KPU untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilu 2024 selama lebih-kurang 2 tahun 4 bulan dan 7 hari sejak putusan dibacakan.
Majelis hakim juga memutuskan menolak eksepsi tergugat (KPU) tentang Gugatan Penggugat Kabur atau Tidak Jelas (Obscuur Libel). Sementara dalam putusan pokok perkara, majelis hakim memutuskan;
1. Menerima Gugatan Penggugat untuk seluruhnya;
2. Menyatakan Penggugat adalah partai politik yang dirugikan dalam verifikasi administrasi oleh Tergugat;
3. Menyatakan Tergugat telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum;
4. Menghukum Tergugat membayar ganti rugi materiil sebesar Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) kepada Penggugat;
5. Menghukum Tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 (dua ) tahun 4 (empat) bulan 7 (tujuh) hari;
6. Menyatakan putusan perkara ini dapat dijalankan terlebih dahulu secara serta merta (uitvoerbaar bij voorraad); 7. Menetapkan biaya perkara dibebankan kepada Tergugat sebesar Rp.410.000,00 (empat ratus sepuluh ribu rupiah).