Hasto: PDIP Bukan Partai Kemarin Sore, Wajib Berjuang Bagi Wong Cilik
- tvOne/Teguh Joko Sutrisno
VIVA Politik – Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto mengatakan, partai berlambang banteng itu bukanlah partai kemarin sore, namun partai yang sudah hadir sejak sebelum Indonesia merdeka, dan akan terus ada demi memperjuangkan nasib wong cilik.
Di hadapan ribuan anak muda Ponorogo yang hadir di acara “Mlaku Bareng” di Alun-alun Ponorogo, Minggu, 26 Februari, Hasto menyatakan bahwa dalam momentum HUT partai ke-50 pada tahun ini, para kader muda partai harus memahami, mendalami, dan melaksanakan tiga perspektif.
Pertama adalah perspektif historis atau kesejarahan. Bahwa kesejatian PDIP adalah partai yang berakar dari rakyat, ada sejak Bung Karno mendirikan Partai Nasionalis Indonesia (PNI) di tahun 1928. Saat itu, PNI berjuang untuk kemerdekaan RI.
“Pespektif historis ini penting. Bahwa PDI Perjuangan bukan partai kemarin sore, PDI Perjuangan ditempa oleh perjuangan dan pengalaman. Dan partai ini masih tetap ada sampai sekarang. Dan itu karena dukungan rakyat. Tanpa dukungan rakyat kita takkan ada,” kata Hasto.
Berbasis perspektif historis itu, maka para kader PDIP memiliki tugas yang membentang luas untuk berjuang menggunakan ide dan gagasan Bung Karno, dengan menyatu dengan rakyat, dan mendatangkan program yang konkret bagi rakyat.
“Makanya Ibu Mega selalu menginstruksikan kepada tiga pilar partai untuk selalu memberikan perhatian kepada rakyat,” kata Hasto.
“Berpolitik bukan berorientasi pada elektoral semata,” tegasnya.
Yang kedua adalah perspektif ideologis dimana Bung Karno telah merumuskan Pancasila sebagai falsafah dasar yang digali dari rakyat sendiri. Dalam pengalamannya, Bung Karno bertemu dengan Pak Marhaen yang memberikan sebuah kesadaran akan sosok rakyat yang diperjuangkan oleh PDIP.
“Maka PDI Perjuangan wajib berjuang bagi wong cilik, petani, buruh dan nelayan, untuk diberdayakan dan dididik, lewat politik anggaran untuk dibebaskan dari kemiskinan. Untuk membuktikan Pancasila membebaskan wong cilik. Karena seperti kata Bung Karno, Tuhan bersemayam di gubuknya si miskin,” kata Hasto.
Para kader PDIP harus memahami bahwa ideologi Pancasila adalah ideologi bangsa yang menjadi landasan bagi kita merancang kebijakan agar rakyat Indonesia dapat hidup lebih baik, anaknya cerdas dan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. “Tanpa kuasai iptek, tanpa kembangkan pendidikan anak kita, kita takkan mungkin jadi bangsa maju,” ujar Hasto.
Perspektif ketiga adalah kerakyatan. Seluruh kader muda PDIP wajib mengobarkan semangat kerakyatan. Semua harus mengingat bahwa PDIP bisa menang dua kali berturut di dua pemilu terakhir, adalah karena dukungan rakyat.
“Indonesia jadi lebih baik bersama PDI Perjuangan dan Pak Jokowi. Sekarang dari Solo cukup 1,5 jam ke Ponorogo. Infrastruktur telah dibangun, dimana ini mendorong rakyat berproduksi, sesuatu yang menentukan agar nasib rakyat menjadi lebih baik. Maka mari kita pahami dan laksanakan ketiga perspektif itu,” kata Hasto.
Hasto hadir di Ponorogo, bergabung bersama para anak muda serta warga Ponorogo di Alun-alun Kota, pada Minggu, 26 Februari. Acara “Mlaku Bareng” diorganisasi oleh DPD Banteng Muda Indonesia (BMI) Jawa Timur yang diketuai oleh Sugiri Sancoko. Acara yang digelar dalam rangka perayaan HUT PDIP ke-50 itu, dimulai dengan Senam SICITA dan lalu diikuti dengan Jalan Santai bertajuk “Mlaku Bareng” (jalan santai bersama, red).
Saat Hasto tiba di lokasi Alun-alun, penampilan reog Ponorogo menyambutnya. Setelahnya, Hasto ke panggung untuk memulai prosesi mulai acara.
Tampak Hasto didampingi jajaran DPD PDIP Jawa Timur yang dipimpin Ketua Pelaksana Harian Budi “Kanang” Sulistyono, Sekretaris Sri Untari Bisuwarno, dan Bendahara Wara Sundari Renny Pramana. Sementara ribuan warga Ponorogo hadir dengan dipimpin Bupati dan Wakil Bupati, Sugiri Sancoko dan Lisdyarita.