Perludem: Setiap Pemilu Ubah UU Jadi Tren karena Terkait Hidup Mati Parpol
- Dok. VIVA
VIVA Politik - Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Khoirunnisa Nur Agustyati menyebut revisi Undang-undang Pemilu memang kerap dilakukan. Momen itu biasanya dilakukan elite jelang pelaksanaan proses pemilu.
Dia mengatakan demikian karena dengan revisi UU bisa menentukan nasib partai politik.
“Trendnya setiap pemilu ada keinginan untuk mengubah UU Pemilu karena hal tersebut merupakan hidup dan matinya partai politik (parpol),” kata Nisa, sapaan akrabnya, di Kantor DPP Projo pada Jumat, 24 Februari 2023.
Menurut dia, parpol sudah mengkalkulasikan aturan mana yang bisa menghasilkan keuntungan lebih banyak termasuk di kursi legislatif.
“Parpol pastinya berhitung dan mensimulasikan kalau menggunakan A untungnya berapa, kalau B berapa bisa mendapat kursi berapa di DPR,” ujarnya.
Dia pun menyinggung salah satu yang sering dijadikan perdebatan soal sistem proporsional baik terbuka atau tertutup. Sebab, menurut dia, ada parpol yang diuntungkan dan dirugikan dalam dua sistem pelaksanaan pemilu tersebut.
“Karena ada partai yang diuntungkan dan dirugikan dalam dua sistem tersebut, termasuk perdebatan soal parliamentary threshold. Ada partai yang aman kalau 4 persen. Namun, ada juga yang meminta agar ambang batasnya tak perlu terlalu tinggi,” jelas dia.
Menurut Nisa, sistem pemilu proporsional terbuka lagi diuji materi regulasinya di Mahkamah Konstitusi (MK). Padahal, prinsip penyelenggaraan pemilu itu predictable procedure and unpredictable result.
“Prosedurnya harus bisa diprediksi, harus jelas termasuk sistemnya. Sekarang menggunakan sistem proporsional terbuka,' lanjut Nisa.
"Nah, kalau MK mengabulkan (sistem proporsional tertutup), kemudian jadi tidak bisa diprediksi aturan mainnya bagaimana? Padahal, seharusnya partai politik mendapat kepastian terkait aturan mainnya pada 2024,” ujarnya.
Maka itu, dia berharap MK tidak sampai masuk dalam menentukan sistem apa yang proporsional untuk pemilu. Sebab, masing-masing sistem itu ada kekurangan dan kelebihannya yang tak bisa dibilang satu lebih baik dari yang lain.
“Menurut kami, MK hanya boleh sampai kepada prinsipnya saja dalam menentukan sistem proporsional tersebut. Prinsip apa yang harus dipenuhi dalam pemilu. Ini bukan tempatnya MK, karena mengubah sistem pemilu harus melalui pengubahan atau revisi UU Pemilu,” ujarnya.