Nama Habibie Raib dari Panel Sejarah BRIN, Eks Peneliti Sebut Ada Upaya Dehabibienisasi

Presiden Republik Indonesia ke-3 Bacharuddin Jusuf Habibie
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma

VIVA Politik – Mantan Peneliti BATAN yang juga Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto menilai janggal tidak tercantumnya nama Bacharuddin Jusuf Habibie (BJ Habibie) dalam panel sejarah atau lini masa perkembangan-sejarah riset dan teknologi di Gedung Kantor Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). 

Dalam panel yang terpampang di BRIN, cuma ada foto Presiden RI pertam Sukarno dan Kepala BRIN saat ini, Laksana Tri Handoko. Wakil Ketua Fraksi PKS itu mengatakan hal ini menjadi indikasi nyata adanya dehabibienisasi yang terstruktur, sistematis dan masif. 

Ia mencurigai ada sejumlah upaya 'dehabibienisasi' atau menghapuskan warisan yang ditinggalkan Presiden ketiga RI tersebut, utamanya melalui perombakan kelembagaan riset dan teknologi. 

"Bila sebelumnya 'dehabibienisasi' itu bersifat kelembagaan namun dengan penghilangan secara sengaja nama Habibie dari lini masa perkembangan iptek (Ilmu pengetahuan dan Teknologi) nasional, dugaan itu menjadi terkonfirmasi," kata Mulyanto kepada awak media, Senin, 6 Februari 2023.

Menurut Mulyanto upaya tersebut terlihat, di antaranya pada akhir bulan lalu telah ditutup lembaga riset antariksa dan penerbangan di Pasuruan, Jawa Timur. 

Anggota DPR Fraksi PKS Mulyanto.

Photo :
  • Dok. PKS

Sebelumnya juga telah dibubarkan Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek), Dewan Riset Nasional (DRN), Badan Pengkajian Penerapan Teknologi (BPPT), LIPI, BATAN dan LAPAN.

"Sebelumnya juga telah dihapus Badan Pengelola Industri Strategis (BPIS), Dewan Standardisasi Nasional (DSN) serta dimuseumkannya pesawat terbang karya anak bangsa N-250 Si Gatot Kaca. Bahkan Kita menyaksikan porak-porandanya BPPT dan hasil-hasil rekayasanya baik tsunami early warning system, puna male, dll," ujarnya.

Mulyanto menegaskan negara tidak bisa begitu saja menghilangkan jejak pengembangan iptek yang sudah dibangun susah payah oleh begawan teknologi Indonesia, BJ Habibie. Bangsa Indonesia harus mengakui bahwa Habibie berhasil membangun struktur pembangunan teknologi Iptek (techno-structure) yang kokoh dan bermanfaat di Indonesia. 

"Pak Habibie berhasil membangun human-ware (SDM), technoware (peralatan), orgaware (kelembagaan) maupun infoware (jaringan) yang berujung pada beroperasinya Badan Usaha Milik Negara Industri Strategis (BUMNIS)," ujarnya.

BUMNIS, lanjutnya, merupakan wahana anak bangsa memproduksi peralatan Hankam dan sipil canggih mulai dari pesawat terbang, kapal, tank, senjata, peledak, industri berat sampai elektronik. Bahkan pada posisi tertentu, bisa dibilang, BUMNIS sangat berperan membangun kekuatan pertahanan dan keamanan nasional.

Menurut Mulyanto, ide pengembangan iptek Habibie sangat visioner. Ia ingin membangun kedaulatan dan kemandirian bangsa di berbagai bidang, agar Indonesia tidak tergantung dan didikte oleh pihak asing. 

Apalagi, Indonesia adalah negara kepulauan yang membutuhkan infrastruktur transportasi antar pulau dalam rangka membangun persatuan dan kesatuan bangsa.

Mantan peneliti bidang Nuklir di BATAN, serta Sekretaris Kementerian di Kemenristek ini melihat saat ini pemandangan yang nampak adalah SDM dan peralatan teknologi yang makin menua, serta kelembagaan Iptek yang satu demi satu berguguran. Berbagai proyek nasional Iptek dihentikan. 

"Ini semua harus menjadi bahan renungan kita bersama dalam rangka membangun bangsa yang berdaulat, bangsa inovasi (innovation nation) ke depan," imbuhnya.

Mantan Presiden BJ Habibie

Photo :
  • Dok. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/nz/foc.

Efisiensi BRIN

Kepala Biro Komunikasi Publik Umum dan Kesekretariatan BRIN, Driszal Friyantoni menyebutkan kantor BRIN cabang Pasuruan ditutup sejak 31 Desember 2022 lalu karena saat ini pihaknya sedang melakukan upaya sentralisasi. 

Driszal mengatakan saat ini BRIN sedang mengonsolidasikan sumber daya yang ada baik dari sisi sumber daya manusia (SDM), infrastruktur hingga anggaran.

"Pasuruan tempat pengamatan atmosfer. Peralatannya ada di mana-mana juga. Itu semua karena konsolidasi, kita pusatkan di satu tempat peralatan-peralatan itu," katanya dilansir Antara.

Driszal menjelaskan sebelum BRIN dibentuk, infrastruktur periset ada di beragam tempat bahkan beririsan dengan kementerian/lembaga lain di suatu daerah.

Menurutnya, hal tersebut sangat tidak efisien karena utilitas dari sumber daya yang berjumlah sangat banyak itu menjadi rendah karena hanya digunakan oleh orang di unit tersebut. Padahal biaya infrastruktur seperti alat-alat periset hingga biaya perawatannya sangat mahal.

Sementara untuk SDM yang sebelumnya berkantor di kantor BRIN cabang Pasuruan selanjutnya bisa bekerja melalui Co Working Space (CWS) terdekat seperti di Surabaya dan Purwodadi.

"Makanya Pasuruan itu bukan ditutup tapi kita alihkan kegiatannya ke lokasi lain, jadi lebih efektif," ucap Driszal

Sedangkan untuk alat pendeteksi tsunami bernama InaBuoy tidak dihentikan dan kegiatan risetnya masih berlangsung hingga sekarang. Menurut Driszal, InaBuoy yang berada di tengah laut sebenarnya berpotensi hilang hingga membutuhkan pemeliharaan yang menghabiskan biaya sangat tinggi.

Seiring kegiatan riset InaBuoy masih berjalan, BRIN mencoba melakukan penelitian agar bisa menghasilkan teknologi yang bagus, canggih dan murah namun tetap mengeluarkan hasil yang akurat.

"Itu sedang dilakukan. Kita lihat juga kan di berita bahwa si Buoy sedang kita lakukan penggantian baterai karena ada beberapa yang sudah habis masanya," katanya.

Sebagai informasi, BRIN diisukan menelantarkan pendeteksi tsunami bernama InaBuoy karena ketiadaan anggaran sehingga fasilitas ini dihentikan.