DPR Janji Tampung Masukan Organisasi Profesi Kesehatan
Selasa, 17 Januari 2023 - 09:21 WIB
Sumber :
VIVA Politik – Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Ledia Hanifa Amalia memastikan seluruh masukan dari organisasi profesi kesehatan bakal ditampung dalam pembahasan Rancangan Undang-undang Kesehatan. Saat ini, kata dia, pembahasan masih tahap awal di Baleg DPR RI.
"Yang harus dilihat bagaimana nanti pengaturannya di dalam rancangan undang-undang yang sedang dibahas di badan legislasi, karena ini masih tahapan awal. Jadi masukan-masukan dari teman-teman organisasi profesi ini menjadi bagian penting untuk dijadikan masukan dan bahan pertimbangan," kata Ledia di Gedung DPR pada Selasa, 17 Januari 2023.
Baca Juga :
Menurut dia, organisasi terkait memang diperlukan paritipasinya dalam setiap pembahasan Undang-undang. Tentu, lanjut dia, masukan bermakna sangat penting agar aturan yang dilahirkan mengokomodasi kepentingan banyak orang.
"Itu menjadi bagian yang penting juga tidak cuma sekali sebetulnya tidak bosan untuk menerima masukan-masukan tim yang katakanlah sifatnya reversible ya, dapat balik," ujar Sekretaris Fraksi PKS DPR ini.
Maka dari itu, ia memastikan DPR sebagai lembaga Legislatif akan terus melakukan perbaikan RUU Kesehatan. Bahkan, seluruh masukan dari organisasi profesi kesehatan itu akan ditampung dan dibahas lebih mendalam oleh komisi terkait.
"Kira-kira kami masih tetap melakukan perbaikan-perbaikan atas usulan-usulan dari teman-teman organisasi profesi, termasuk masukan dari MKI yang mengharuskan lebih dalam lagi. Saya yakin masih banyak stakeholder kesehatan yang juga ingin memberikan masukan-masukan terkait dengan Ruu yang sedang dibahas di baleg ini," jelas dia.
Sementara Wakil Ketua Umum PB IDI (Ikatan Dokter Indonesia), dr Slamet Budiarto menjelaskan menilai ada enam poin yang bertentangan dengan prinsip dan norma kedokteran. Pertama, hilangnya norma agama yang sebelumnya tercantum dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Kesehatan.
"Misalnya, pada asas pembangunan kesehatan, kesehatan reproduksi, dan terkait aborsi," ungkapnya.
Kemudian, kata Budi, pengaturan transplantasi organ yang dinilai bertentangan dengan prinsip otonomi dalam norma etika kedokteran. Selain itu, ada juga pengaturan mengenai zat adiktif yang berpotensi terjadi penyalahgunaan lebih besar di tengah-tengah masyarakat.
Selanjutnya, pengaturan data dan informasi kesehatan masyarakat termasuk di dalamnya terkait informasi genetik yang dapat ditransfer ke luar wilayah Indonesia. Berikutnya, intervensi medis dipengaruhi oleh pembiayaan kesehatan bukan didasarkan pada standar pelayanan.
"Terakhir, longgarnya persyaratan tenaga medis dan tenaga kesehatan WNI/WNA lulusan luar negeri tanpa mempertimbangkan evaluasi kompetensi dan kewajiban mampu berbahasa Indonesia yang berpotensi mengancam keselamatan pasien," ujarnya.