Pemilu Belum Dimulai, Ribuan Hoaks Politik Telah Bertebaran Sepanjang Tahun 2022
- VIVA/Ismoko Wijaya
VIVA Politik – Organisasi nirlaba Masyarakat Antifitnah Indonesia (Mafindo) melaporkan menemukan fakta bahwa penyebaran informasi bohong alias hoaks politik makin meningkat menjelang penyelenggaraan pemilu tahun 2024.
"Temuan Mafindo sejak Januari hingga September 2022, sebanyak 1.290 hoaks, hoaks politik paling banyak ditemukan yaitu sebanyak 29,2 persen," tulis Mafindo dalam siaran persnya dalam forum Indonesia Fact-Checking Summit (IFCS) 2022 di Jakarta, Rabu, 30 November 2022.
Perlu melawan hoaks secara kolaboratif, kata Mafindo, agar tidak menyebar ke masyarakat dan tidak menurunkan kualitas demokrasi. Karena itulah, Mafindo, Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), dan berbagai kelompok masyarakat sipil berkomitmen berkolaborasi melawan misinformasi dan disinformasi pada pemilu 2024.
Sejumlah organisasi dan komunitas itu, termasuk Perludem, juga Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), menandatangani komitmen untuk melawan penyebaran hoaks dalam forum Indonesia Fact-Checking Summit (IFCS) 2022 di Hotel AOne, Jakarta, Rabu.
Meningkatkan potensi konflik
Berdasarkan pengalaman pada pemilu tahun 2014 dan 2019, hoaks merajalela, menyasar penyelenggara pemilu, partai politik, kandidat, dan pemilih, kata Ketua Presidium Mafindo Septiaji Eko Nugroho. Pada 2019, hoaks politik mencapai 52,7 persen. "Dua pemilu presiden plus pilkada DKI 2017 itu menggambarkan brutalitas produksi hoaks," katanya.
Penyebaran hoaks pada tahun politik perlu diantisipasi secara serius karena terbukti memengaruhi kesempatan publik untuk menilai kandidat secara jernih. Juga "mengurangi peran publik dalam pengawasan pemilu, meningkatkan potensi konflik, mempertajam polarisasi, dan menggerus kepercayaan publik terhadap hasil pemilu".
"Polarisasi politik ini berpotensi menyebabkan konflik hingga kekerasan,” katanya, menegaskan.
Kebutuhan informasi lebih besar
Informasi yang kredibel dan sehat adalah syarat fundamental bagi demokrasi, kata Adi Marsiela selaku Koordinator Cek Fakta.
Pada masa pemilu, menurutnya, kebutuhan publik mendapatkan informasi yang kredibel jauh lebih besar, di tengah tsunami informasi di internet. Maka peran jurnalis cukup penting agar dapat mempublikasikan informasi yang akurat, membantah hoaks, dan menyajikan konten yang relevan dengan kebutuhan masyarakat.
Apalagi di tengah kecenderungan polarisasi yang telah mengakar sejak pemilu 2014, dia menekankan, jurnalis harus lebih banyak mengutamakan berita dan mendorong debat publik yang sehat tentang rencana program para kandidat atau calon, alih-alih mengamplifikasi perbedaan agama atau isu identitas lainnya.
“Pemilu serentak 2024 memberikan tantangan lebih besar terhadap jurnalis dan pemeriksa fakta dibandingkan pemilu sebelumnya. Oleh karena itu, Fact-checking Summit ini menjadi forum yang tepat untuk merefleksikan dan menyatukan langkah untuk bersama-sama mendorong komitmen multipihak agar menyediakan informasi yang penting dan akurat bagi publik,” kata Adi Marsiela.
Vaksinasi masyarakat
Mafindo, AJI, dan AMSI melakukan “vaksinasi masyarakat”, dengan program prebunking. Menurut First Draft News, prebunking adalah proses membongkar kebohongan, taktik, atau sumber sebelum informasi keliru menyerang.
Prebunking bersifat memberdayakan, misalnya, membangun kepercayaan dengan memberi tahu cara membedakan informasi palsu atau upaya manipulasi lainnya. Jika dianalogikan dalam kebakaran, debunking diibaratkan memadamkan api, sedangkan prebunking adalah upaya mencegah terjadinya kebakaran.
Sederhananya, masyarakat dibekali keterampilan menyaring informasi sehingga mereka tidak mudah percaya hoaks, tidak menyebarkannya, bahkan berinisiatif mengedukasi warga lain soal bahaya hoaks. Jika mendapatkan informasi, warga terbiasa memeriksa fakta, mencerna informasi secara kritis, membandingkan ke sumber informasi yang benar, maupun mendiskusikan dengan pihak yang berkompeten.