Partai Garuda: Pilkada Langsung atau Via DPRD Sama-sama Demokratis Sesuai UUD
- ANTARA FOTO/Yusran Uccang
VIVA Politik - Wacana pemilihan kepala daerah (pilkada) dilakukan melalui DPRD atau tidak langsung muncul kembali. Wacana itu dilempar pimpinan MPR seperti Bambang Soesatyo karena banyak kasus korupsi yang dilakukan kepala daerah.
Menanggapi itu, Wakil Ketua Umum DPP Partai Garuda Teddy Gusnaidi menyampaikan usulan pilkada kembali ke DPRD tak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
"Jadi mau metode pemilihan langsung atau melalui DPRD, sama-sama tidak bertentangan karena sama-sama demokratis sesuai amanat UUD 45," kata Teddy, dalam keterangannya, Kamis, 13 Oktober 2022.
Dia mengatakan yang membedakan hanyalah bila pilkada langsung, rakyat terlibat langsung dalam perdebatan. Pemilihan pun bisa dilakukan dengan rakyat langsung sesuai keinginannya.
"Kalau melalui DPRD, rakyat tidak terlibat langsung dalam perdebatan. Toh, sama-sama dipilih secara demokratis. Karena demokratis bukan berarti harus secara langsung," ujar Teddy.
Teddy menekankan jika ingin melihat perbandingan mestinya dinilai dari sisi mudaratnya. Bagi dia, hal itu dilihat mana antara pilkada langsung dan tidak yang banyak mudaratnya ke rakyat.
"Mana yang lebih banyak menimbulkan efek negatif secara massal. Jadi bukan lagi melihat dari aturan tapi dari efek kepada rakyat," jelas Teddy.
Pun, dia menyampaikan di seluruh negara dalam perhelatan pemilu maupun pilkada, tentu akan ada efek benturannya. Ia bilang hal itu wajar karena kontestasi politik.
"Tinggal memilih metode mana yang bisa meminimalisir efek benturan sehingga tidak menimbulkan efek yang berkepanjangan," tutur Teddy.
Sebelumnya, Ketua MPR Bambang Soesatyo alias Bamsoet menyinggung meningkatnya kasus korupsi yang menyeret sejumlah kepala daerah. Menurutnya, wacana mengembalikan pilkada di tingkat DPRD sah.
Dia mengatakan demikian karena pilkada tak langsung tetap demokratis. Ia bilang yak melanggar UUD 45 dan sesuai sila empat Pancasila.
Bamsoet bandingkan dengan penyelenggaraan pilkada langsung yang berpotensi memunculkan ruang korupsi terbuka.
Namun, wacana pilkada tak langsung ini dikritik sejumlah pihak termasuk pegiat pemilu. Selain tak mengenalkan calon kepala daerah ke rakyat, pilkada tak langsung juga tak menjamin bebas transaksional.