Pj Kepala Daerah Boleh Pecat Pegawai? Mendagri Tito Beri Penjelasan

Mendagri Tito Karnavian
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso

VIVA Politik – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian, memberi penjelasan lengkap terkait Surat Edaran Nomor 821/5492/SJ tentang Persetujuan Menteri Dalam Negeri kepada Pelaksana Tugas/Penjabat/Penjabat Sementara Kepala Daerah seluruh Indonesia dalam Aspek Kepegawaian Perangkat Daerah. 

Sebelumnya banyak yang mengartikan kalau SE ini memberi kewenangan kepada Pj atau penjabat kepala daerah, bisa melakukan pemecatan pegawai. Tito mengungkapkan, ada informasi yang keliru mengenai SE tersebut sehingga mengundang komentar yang salah dan keliru dari sejumlah pihak.

Tito menyebut, kewenangan memecat dan mutasi pegawai ASN oleh penjabat (Pj) dalam SE tersebut bukanlah kewenangan penuh. Menurut Tito, kewenangan yang diberikan kepada Pj adalah kewenangan yang sangat terbatas, hanya untuk 2 hal, yakni melakukan pemberhentian pegawai ASN yang terkena kasus hukum dan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan wajib diberhentikan. Serta mutasi pegawai ASN antara daerah.

“Jadi hanya 2 kewenangan saja, tetapi isu yang berkembang sekarang seolah-olah Kemendagri memberikan kewenangan penuh, tidak terbatas kepada Pj kepala daerah untuk melakukan pemberhentian dan mutasi jabatan. Itu tidak benar,” kata Tito dalam rapat kerja (Raker) dengan Komisi II DPR, di Gedung DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 21 September 2022.

Ketentuan itu, terang Tito, sangat jelas tertuang dalam point 4a dan 4b dari SE Mendagri tersebut. Di situ dijelaskan, Pj tidak perlu mendapatkan persetujuan tertulis dari Mendagri jika melakukan 2 hal. 

Pertama pemberhentian, pemberhentian sementara, penjatuhan sanksi dan/atau tindakan hukum lainnya kepada pejabat/ASN di lingkungan pemerintah daerah provinsi/kabupaten/kota yang melakukan pelanggaran disiplin dan/atau tindak lanjut proses hukum sesuai peraturan perundang-undangan.

Kedua, persetujuan mutasi antar daerah dan/atau antar instansi pemerintahan sesuai dengan ketentuan dan persyaratan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. 

“Jadi, bukan kewenangan penuh yang diberikan, tetapi terkait 2 hal itu saja,” kata Tito.

Tito juga menerangkan, alasan ia menerbitkan SE tersebut. Hingga saat ini, kata mantan Kapolri itu, sudah banyak surat yang masuk dari Pj ke Kemendagri, meminta tanda tangannya untuk melakukan pemberhentian ASN yang terkena masalah hukum dan mutasi ASN antara daerah. 

Dengan kondisi ini, terang Tito, surat yang masuk akan banyak dan proses pemberhentian serta mutasi ASN akan berlangsung lama.

“Nah, kalau mereka semua meminta izin tertulis kepada Mendagri, prosesnya panjang. Saya bilang ini baru 74 daerah (yang sudah diisi Pj), nanti kalau 270 daerah, yang numpuk di Kemendagri, berarti 3 kali lipat nanti numpuknya sehingga yang bisa disimpelkan, simpelkan. Hanya masalah teknis, simplifikasi saja,” jelas Tito.

Apalagi, sambung Tito, Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 mengharuskan posisi ASN yang kosong karena ada yang terkena kasus hukum dan diberhentikan, perlu segera diisi untuk memastikan keberlangsungan pemerintahan. Pj juga, tekan dia, harus melaporkan kepada dirinya paling lama 7 hari setelah pengisian jabatan ASN tersebut.

Begitu juga mutasi ASN antara daerah tidak harus menunggu persetujuan tertulis dari dirinya. Sebab, proses mutasi itu juga nantinya akan berlangsung di Kemendagri dan BKN. 

“Jadi, kalau hanya sekedar menandatangani persetujuan mutasi antara daerah, tidak perlu harus ke saya karena numpuk dan akan memperpanjang birokrasi. Padahal, kita ingin memberikan pelayanan yang lebih cepat, birokrasi yang lebih cepat, fleksibel dan linca. Jadi, jangan terlalu birokratis kalau kita bisa membuatnya itu gampang. Dan menurut saya itu tidak bertentangan dengan undang-undang,” beber Tito.