Bamsoet: Pilpres Sisakan Residu walau Prabowo Sudah Dirangkul Jokowi

Bambang Soesatyo
Sumber :
  • VIVA/M Ali Wafa

VIVA Politik – Ketua Majelis Permusyarawatan Rakyat (MPR) RI Bambang Soesatyo mengingatkan bangsa Indonesia akan pengalaman penyelenggaraan pemilu presiden tahun 2019 yang memicu pembelahan masyarakat akibat perbedaan pilihan politik pasangan calon presiden, antara Joko Widodo-Ma'ruf Amin atau Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.

Praktik berdemokrasi yang seperti itu, katanya, termasuk dalam pemilu legislatif dan pemilihan kepala daerah, seyogianya sudah dievaluasi untuk ditemukan dampak baik dan buruknya. Sebab, yang cenderung terjadi sekarang pemilu atau pilkada hanya untuk merebut kekuasaan alih-alih menjadikan pemilu sebagai sarana demokratisasi.

Selain itu, menurutnya, pemilu dan pilkada berbiaya mahal, sehingga kemudian memunculkan gejala bahwa para pemodal atau orang yang berduit yang menentukan hasil akhirnya. "Ketika mereka terpilih, yang dia pikirkan adalah bagaimana dia memberikan jasa terima kasih kepada para sponsornya," kata Bamsoet, panggilan akrabnya, dalam wawancara eksklusif dengan VIVA pada program The Interview di Jakarta, Sabtu, 30 Juli 2022.

Bambang Soesatyo

Photo :
  • VIVA/M Ali Wafa

"Jadi, itu bukan pada demokratisasinya, tapi bagaimana memperoleh suara dengan berbagai macam cara," ujarnya. "Maksudnya, para calon hanya berfokus mencari suara dengan berbagai cara, tanpa memikirkan kualitas demokrasi itu sendiri."

Dia meragukan analisis pengamat yang memperkirakan bahwa Indonesia perlu sedikitnya dua kali pemilu untuk memantapkan konsolidasi demokrasi. Jika sistem demokrasi tidak dievaluasi dan dibenahi, bukan mustahil pembelahan masyarakat seperti yang terjadi pada pemilu 2019 terjadi lagi pada pemilu-pemilu berikutnya.

"Pilpres kemarin (tahun 2019) kan masih menyisakan residu sampai sekarang, walaupun Prabowo sudah dirangkul Jokowi," katanya.

Bambang Soesatyo

Photo :
  • VIVA/M Ali Wafa

Perseteruan antara simpatisan kedua tokoh, yang kerap disebut dengan kelompok "Kadrun" dan "Kampret", masih terasa hingga sekarang. Dampaknya, katanya, bahkan sampai memicu perceraian suami-istri karena si suami "kadrun" sementara istrinya "kampret".

"Jadi, ini bukan soal gampang; pilkada dan pilpres ini sering menimbulkan permasalahan. Kalau tidak kita cegah dari sekarang, maka yang akan memimpin kita ke depan adalah orang-orang yang hanya didukung kekuatan ekonomi," ujarnya.