Puan Kenang Kudatuli 1996, Sejarah Politik yang Ikut Menggemblengnya

Ketua DPP PDIP yang juga Ketua DPR RI Puan Maharani saat berpidato pada Tahlil dan Gema Sholawat Cinta Tanah Air, Haul Bung Karno ke 52 di Masjid At-Taufiq, Sekolah Partai PDIP, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Senin malam, 20 Juni 2022.
Sumber :
  • ANTARA

VIVA Politik – Peristiwa Kerusuhan 27 Juli atau yang dikenal Kudatuli, pada tahun 1996, cukup membekas dalam ingatan Ketua DPR yang juga Ketua DPP PDIP, Puan Maharani. Kerusuhan di Jalan Diponegoro Menteng, yang dulu masih kantor PDI, dianggap sebagai sejarah kelam perpolitikan di Tanah Air.

Pada 27 Juli 1996, kantor DPP PDI saat itu, ditempati oleh pendukung Megawati Soekarnoputri. Kondisi partai sedang terbelah. Lalu pada hari itu juga, massa yang mengaku dari kubu PDI Soerjadi, mengambil paksa kantor tersebut. Kerusuhan dengan korban jiwa, tak bisa terhindarkan.

Peristiwa tersebut meninggalkan kesan mendalam bagi Puan Maharani. Sebagai putri dari Megawati, saat itu Puan melihat dan merasakan langsung situasinya. Meskipun, waktu itu dirinya masih duduk di bangku kuliah di Ilmu Komunikasi UI. Namun kerap kali dan aktif mendampingi Megawati dalam aktivitas politiknya.

Ketika Kudatuli itu, Puan menceritakan detik-detiknya. Di hari itu, sebenarnya Megawati dan Puan sudah bersiap untuk menuju ke kantor PDI di Jalan Diponegoro. Karena sudah tahu ada massa yang ingin mengambil alih kantor tersebut.

“Ibu saya bilang, ayo siap siap kita ke diponegoro. Saya sudah siap tiba-tiba ditelepon lagi,” kata Puan.

Megawati saat itu diminta untuk tidak ke Diponegoro terlebih dahulu. Mengingat situasi sedang genting. Itu dikabarkan ke Megawati, yang saat itu masih berada di kediamannya di Kebagusan.

Puan, Megawati dan Taufik Kiemas saat itu, akhirnya menunggu situasi, sambil terus memantau situasi dari jauh.

“Menit per menit itu semuanya kan report ke ibu saya. Sekarang ada beberapa truk yang mendekati DPP Diponegoro. Semua sudah turun berpakaian hitam-hitam. Sampai akhirnya terjadi peristiwa penyerangan, penyerbuan, pembakaran dan sebagainya,” kata Puan.

Para korban dari kubu Megawati yang berusaha mempertahankan kantor itu, dibawa ke kediaman Megawati di Kebagusan. Terutama mereka yang luka parah. 

“Rumah sudah kayak tempat pengungsian,” kenang Puan.

Melihat para korban tersebut, Puan mengaku dibuat panik. Apalagi semakin banyak korban yang datang. Dengan situasi itu, para korban diberi pengobatan seadanya, menggunakan PPPK yang ada di rumah tersebut.

Beruntung, banyak juga yang memberi pertolongan. Beberapa dokter juga akhirnya datang dan merawat korban yang mengalami luka-luka tersebut.

“Akhirnya ada simpatisan yang dokter datang kesitu ngobatin mereka,” kata Puan.

Tugas Khusus Untuk Puan

Presiden Jokowi dan Ketua DPR Puan Maharani

Photo :
  • Biro Pers Sekretariat Presiden

Dalam keadaan tersebut, Puan diberi tugas khusus. Sedangkan ayah dan ibunya sibuk dalam urusan politik. Tugas khusus itu adalah menyiapkan makanan bagi para simpatisan yang berkumpul di rumah Kebagusan. Karena belum terlalu mengerti, Puan sebenarnya bingung.

“Masak apa yang cepat untuk orang sebanyak ini. Kita kan punya peralatan kecil,” kata Puan.

Akhirnya diputuskan, agar pembantu di rumah memasak sayur sop dan nasi. Karena menu itu dianggap lebih mengenyangkan dan bisa cepat disajikan. Pada akhirnya banyak bantuan makanan dari berbagai pihak yang datang ke kediamannya di Kebagusan.  

“Alhamdulillah tanpa diminta banyak orang yang nyumbang, dari siapa-siapa saya juga enggak tau. Ada beras, pisang, tempe, tahu dan sebagainya. Di tengah kesusahan kita masih banyak orang baik yang mau datang untuk menolong,” kenang Puan.

Para simpatisan pendukung Megawati itu terus berkumpul di rumah Kebagusan sampai situasi politik yang panas mulai mereda. Situasi politik itu, diakuinya agak mengganggu aktivitasnya di kampus.

"Saya masih kuliah waktu itu mau keluar rumah aja susah," katanya.

Meski demikian, ia tetap berusaha untuk ikut membantu perjuangan sang ibu, Megawati Soekarnoputri. Meski di sisi lain, ia tetap harus bertanggungjawab juga pada tugasnya sebagai mahasiswi. 

Peristiwa berdarah Kudatuli 1996 itu, diakui Puan sebenarnya turut menggembleng dirinya. Apa yang diraihnya dalam karir politik hingga menjadi Menko PMK dan kini Ketua DPR, diakuinya karena gemblengan salah satunya adalah peristiwa tersebut.

"Kalau orang yang enggak tau dipikir Puan itu enak aja, enggak pernah susah hidupnya, cucunya Soekarno anaknya Megawati, dua-duanya pernah jadi presiden. Tapi ini sekelumit cerita yang orang juga banyak tidak tahu," kata Puan.