Draft RKUHP Didesak Dibuka, Pimpinan DPR: Belum Ada Kemajuan Apa pun
- VIVA/Anwar Sadat
VIVA – DPR dan pemerintah didesak untuk segera membuka draf Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) karena dinilai tak transparan dalam pembahasannya. Teranyar, Badan Eksekutif Mahasiswa Indonesia (BEM SI) menggelar aksi desakan terkait RKUHP pada hari ini.
Terkait itu, Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad menyerahkan RKUHP kepada Komisi III DPR.
"Soal dibuka atau tidak dibuka nanti koordinasi dengan komisi teknis terkait, Komisi III," kata Dasco di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 28 Juni 2022.
Menurut Ketua Harian Partai Gerindra ini, draf RKUHP sebenarnya sudah sempat dibuka ke publik. Dia menyebut momennya saat itu draf dibuka ketika pengambilan keputusan tingkat I di Komisi III.
"Tempo hari kan ini sudah, sudah pernah dibahas sampai dengan kemudian pengambilan keputusan tingkat satu. Saya pikir di waktu lalu ini draf-drafnya sudah dibuka," jelas Dasco.
Baca Juga: Tolak Pasal Penghinaan, Ade Armando: Pemerintah Harus Bersedia Dihina
Namun, Dasco menyampaikan pemerintah memang saat ini masih masih menunggu surat dari DPR terkait hasil sosialisasi draf RKUHP ke masyarakat.
"Kami belum menyurati karena masih menunggu hasil sosialisasi RUU yang waktu itu ditugaskan kepada pemerintah, sehingga progresnya menurut kami belum ada kemajuan apa pun," kata Dasco.
Maka itu, dia merasa heran dengan banyak penolakan di masyarakat soal draf RKUHP. Padahal, kata dia, DPR belum memberikan hasil sosialisasi ke pemerintah.
"Sehingga kita juga bingung ketika kemudian terjadi dinamika demikian tinggi di masyarakat dengan RKUHPnya," tuturnya.
Draf RKUHP yang digodok DPR-Pemerintah saat ini jadi sorotan karena masih memuat sejumlah pasal yang mengatur pidana terkait penghinaan terhadap penguasa. Pasal-pasal itu diprotes karena dianggap akan membahayakan demokrasi.
Salah satunya dalam draf RKUHP tersebut yaitu Pasal 240. Di pasal itu, setiap orang yang melakukan penghinaan terhadap pemerintah di muka umum yang berakibat terjadinya kerusuhan bisa dipidana penjara paling lama 3 tahun.
Selain itu, ada juga pasal 218 dalam draf RKUHP karena mengatur soal penyerangan kehormatan dan Martabat Presiden dan Wakil Presiden. Dalam Pasal 218 ayat 1 draf RKUHP terulis setiap orang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden atau Wakil Presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun 6 bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV.