Kekosongan Aturan LGBT Jadi Polemik, PKS: Negara Harus Hadir

Ketua Fraksi PKS di DPR, Jazuli Juwaini
Sumber :
  • Dok

VIVA – Ketua Fraksi PKS di DPR Jazuli Juwaini menanggapi polemik terkait pernyataan Menko Polhukam Mahfud MD soal pemerintah tak bisa menjerat pelaku lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT). Alasan Mahfud karena pelaku dan perilaku LGBT dan penyiarannya belum diatur hukum.

Menurut Jazuli, alasan tersebut tak bisa melepaskan tanggung jawab negara untuk menjaga moralitas masyarakat dan menjaga ketertiban umum. Bagi dia, kekosongan hukum atau alasan kebebasan, dan hak asasi tentu tidak bisa digunakan untuk membiarkan perilaku yang menyimpang di masyarakat. 

"Tidak adanya aturan hukum yang menjerat pelaku/perilaku LGBT justru jadi tugas negara untuk mengaturnya demi menegakkan moralitas dan ketertiban umum karena demikianlah fungsi utama dari hukum," kata Jazuli, dalam keterangannya, Jumat, 13 Mei 2022.

Maka itu, Jazuli melanjutkan, Fraksi PKS di DPR menolak disahkannya RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS). Menurut dia, RUU TPKS tak komprehensif melarang segala bentuk tindak pidana kesusilaan termasuk LGBT dan perzinahan.

Aksi penolakan terhadap LGBT (Foto ilustrasi)

Photo :
  • VIVAnews/Andri Mardiansyah
 

Pun, dia menyampaikan selain kewajiban menegakkan hukum, negara punya tanggung jawab jaga moralitas masyarakat dan ketertiban umum. 

Jazuli bilang paham LGBT sering mendasarkan diri pada HAM dan masalah privat. Padahal, dalam konteks Indonesia hak asasi dibatasi undang-undang yang menimbang nilai moral agama dan budaya. 

"Negara kita tidak menganut kebebasan yang tanpa batas. Hal itu jelas merupakan amanat UUD 1945 yang bersumber dari nilai-nilai Pancasila," lanjut Anggota Komisi I DPR tersebut. 

Dia merujuk Pasal 28 J ayat 2 dalam UUD 1945 yang mengatur kebebasan individu diikat nilai Pancasila dan dibatasi undang-undang. Tujuannya untuk menjamin pengakuan serta penghormatan hak orang lain, pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan dan ketertiban umum.

Jazuli menegaskan, LGBT bukan masalah perbedaan orientasi seksual seperti yang didengungkan aktivis HAM yang mendukungnya. Namun, penyimpangan seksual yang melanggar nilai Pancasila, moral agama, dan budaya luhur bangsa. 

"Hubungan di antara pelaku LGBT juga melanggar UU Perkawinan. Perkawinan yang sah harus di antara beda jenis, antara laki-laki dan perempuan. Hal ini sesuai tuntunan agama, untuk menjaga keturunan, dan kemaslahatan masyarakat, bangsa, dan negara," jelas Jazuli.

Kemudian, dia juga menyinggung ada Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang juga mengatur konten media sosial tak boleh bermuatan pornografi/pornoaksi. Selain itu, tak boleh berisi hal-hal yang meresahkan, serta melanggar norma dan etika masyarakat.

"Di sinilah negara harus hadir mengingatkan, mengedukasi, hingga mengambil tindakan tegas sesuai amanat Pancasila dan UUD 1945 serta perintah undang-undang," tuturnya.

Menurut dia, negara mesti merangkul elemen masyarakat seperti tokoh masyarakat, ulama, pendidik. Cara ini untuk memberi pesan kuat bahwa LGBT merupakan persoalan serius yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. "Sebaliknya, jangan sampai justru ada kesan permisif dan apologetik," sebut Jazuli.