Kelangkaan Kedelai Jadi Isu Tahunan, DPR Minta Pemerintah Intervensi

Perajin tahu dan tempe di Indonesia
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Risky Andrianto

VIVA – Di tengah kelangkaan dan mahalnya minyak goreng, masyarakat Indonesia kembali dihadapkan dengan isu kedelai. Mahal dan langkanya kedelai di pasaran membuat sejumlah pedagang tahu dan tempe berencana menggelar aksi mogok produksi.

Merespons itu, Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Dedi Mulyadi meminta pemerintah segera mengambil langkah taktis jangka pendek dan panjang untuk mengintervensi isu kedelai yang setiap tahun terus terjadi di Indonesia.

“Yang harus dilakukan pemerintah adalah mendorong agar jumlah produksi ditingkatkan, jangka pendek menyiapkan ketersediaan kedelai itu sendiri sesuai dengan kebutuhan pasar dengan melakukan intervensi karena ini adalah sebuah kebutuhan mendasar dari pangan rakyat,” kata Dedi Mulyadi.

Dedi lebih jauh meminta pemerintah dalam hal ini Kementerian Perdagangan segera melakukan langkah dalam mendorong ketersediaan kedelai di pasaran sekaligus menstabilkan harga. Sebab harga akan stabil saat kedelai ada dan mudah didapat.

“Kedelai di kita memiliki kualitas baik, dan itu rasanya enak dibanding yang impor. Tapi sering kali untuk kepentingan tempe kurang diminati karena ukurannya dianggap kecil dibanding impor yang ukurannya besar. Itu yang mendorong pedagang menyukai kedelai impor,” ujarnya.

Selain itu, minimnya produksi dalam negeri tidak lepas dari kurangnya minat petani karena secara ekonomis harga kedelai jauh di bawah padi dan jagung. Sehingga dalam hal ini juga perlu intervensi agar ada langkah strategis dalam mengatasinya.

Pemerintah, lanjut Dedi, dalam hal ini Kementerian Pertanian harus segera membuat perencanaan mulai dari penanaman serentak, penyediaan lahan, bibit unggul yang sesuai kebutuhan pasar Indonesia, tenaga pendamping hingga sejumlah alat produksi pasca panen.

“Karena pasca panen harus ada mesin pemanas, mesin pemilahnya, kalau perlu disediakan karung kedelai. Karena salah satu problem di kita ini adalah karung dari petani bukan murni untuk kedelai tapi bekas. Kemudian kedelai tidak dalam keadaan bersih karena bercampur dengan bahan lain. Sehingga pembeli tidak tertarik lagi. Sehingga pemerintah harus intervensi. Karena kalau tidak ada intervensi sampai kapan pun kita akan impor,” kata Dedi.

Menurut Dedi, DPR tidak memiliki kewenangan untuk melakukan langkah teknis di lapangan. Sehingga beberapa hari lalu pihaknya telah melakukan rapat gabungan. Sayangnya Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi tidak hadir sehingga rapat ditunda.

“Yang punya langkah itu kan kementerian sehingga di rapat kemarin kita minta menteri perdagangan, menteri perindustrian dan menteri pertanian duduk bersama bicara dengan DPR agar seluruh langkahnya kita dan publik mengetahui. Tapi kan kemarin Mendag tidak hadir, padahal Senin besok ada ancaman mogok,” ujarnya.

Ia menegaskan isu kedelai merupakan isu klasik yang terus timbul setiap tahun dengan dibarengi ancaman mogok para pedagang. Sehingga hal ini harus segera ‘diobati’ mulai dari mengetahui sejak dini dan menyiapkan segala kebutuhan dasar produksi baik perencanaan impor atau tanam lokal.

“Itu diperlukan langkah efektif dan nyata dari Kemendag dan Kementan. Sehingga misal ada kesepakatan intervensi tanam tapi harus dijamin ada yang membeli itu kedelainya. Sering kali petani mengalami kerugian karena menanam kedelai tapi dijual harga yang murah. Kita lihat banyak kedelai masih muda dibabat, dijualin untuk dimakan direbus,” kata Dedi.

Dedi berharap pemerintah segera mengambil langkah dan membuka keran informasi pada publik. Sehingga tidak ada lagi persepsi saling menyalahkan terkait kelangkaan dan mahalnya harga kedelai di pasaran yang membuat pedagang tahu dan tempe mengancam mogok produksi.

“Kemudian kita harapkan pada rapat nanti bisa bicara secara terbuka antara Kementan dan Kemendag jangan saling menyalahkan. Kita buat perencanaan untuk tahun depan agar isu tahunan kedelai ini tidak lagi terjadi,” imbuhnya.