Kasus Arteria Dahlan Disetop, Trimedya Panjaitan: Kami Sudah Prediksi

Politikus PDIP dan Anggota DPR, Trimedya Panjaitan
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Wahyu Putro A

VIVA – Langkah polisi menghentikan kasus ujaran kebencian soal penggunaan bahasa Sunda yang menjerat Anggota DPR Fraksi PDIP Arteria Dahlan menuai pro kontra. Namun, Wakil Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR, Trimedya Panjaitan mengatakan sudah memprediksi langkah polisi tersebut.

Menurut dia, pihaknya menghormati keputusan Polda Metro Jaya dengan argumen Undang-Undang Dasar (UUD) sampai dengan UU Nomor 13 2019 tentang perubahan ketiga atas UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3).

"Yang kedua, dari awal kami sudah memprediksi bahwa apa yang disampaikan Pak Arteria ini adalah ranah MKD," kata Trimedya dalam Apa Kabar Indonesia Pagi tvOne yang dikutip VIVA pada Senin, 7 Februari 2022.

Dia mengatakan saat ini sudah ada laporan ke MKD terkait ucapan Arteria yang menyinggung penggunaan bahasa Sunda oleh kejaksaan tinggi. Ia menekankan MKD akan membahas laporan tersebut kemungkinan pada pekan depan. Sebab, saat ini masih lockdown lantaran beberapa staf dan anggota yang terkena COVID-19.

"Nanti pada saat dibuka akan di bawa ke rapat pimpinan dulu setelah itu kita bawa ke rapat pleno karena selain laporan Pak Arteria, ada laporan lainnya. Itu yang kita lakukan. Kemudian, kita masuk bertata acara," jelas politikus PDIP itu.

Politikus PDIP Arteria Dahlan

Photo :
  • Instagram Arteria Dahlan

Pun, dia menjelaskan DPR yang saat ini memiliki hak imunitas. Menurutnya, hak imunitas ini melekat merujuk pengalaman di rezim Orde Baru yaitu parlemen sebagai pengawas hanya setuju dengan kebijakan pemerintah.

"Karena tempo hari saat rezim Soeharto kita melihat bahwa Anggota DPR ini hanya yes nih. Dia takut di-recall, dia takut bicara, dibawa ke ranah pidana," ujar Trimedya.

Bagi dia, amandemen UUD dalam pasal 20 ayat 3 itu kemudian turunannya melalui UU Nomor 13 Tahun 2019 khususnya pasal 224 terkait imunitas Anggota DPR menekankan pentingnya hak imunitas. Namun, ia bilang bukan berarti Anggota DPR seperti dewa kebal hukum.

Dia mengatakan hak imunitas ini berlaku menyesuaikan tugas dan kewenangan anggota DPR.

"Kan ini hanya berlaku di dalam persidangan, di dalam rapat, dan di luar rapat terkait kewenangan anggota dewan. Tugas kewenangan anggota dewan itu ada tiga pertama pengawasan, anggaran, kemudian legislasi," jelasnya.

Menurutnya, jika di luar tugas dan kewenangan itu, anggota DPR bisa diproses hukum. Ia mencontohkan bila anggota dewan terjerat kasus pelecehan seksual, bersikap anarkis terhadap masyarakat hingga berkelahi di klub malam maka bisa dijerat pidana.

"Jadi, dibatasi dalam konteks tugas dan kewenangannya saja mereka memiliki hak imunitas. Di luar itu, nggak ada hak imunitas bagi anggota DPR," tuturnya.

Meski demikian, ia bilang jika anggota DPR menyampaikan pernyataan terkait persoalan mitra kerja saat rapat di komisi maka sudah tugasnya. Hal ini seperti misalnya Komisi III DPR yang bermitra dengan Polri, Kejaksaan Agung, hingga KPK.

"Tapi, kalau di luar dia menyampaikan bahwa anggaran kejaksaan seperti-seperti ini. Kemudian, perilaku kejaksaaan di daerah seperti ini, seperti ini. Itu tidak ada masalah dalam konteks dan kewenangannya," katanya.