3 Bulan Belum Move On, Tim Percepatan MoU Helsinki Dikritik
VIVA – Tim percepatan implementasi Memorandum of Understanding (MoU) Helsinki yang dipimpin Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko disorot. Ditunjuk Presiden Jokowi tiga bulan lalu tapi belum ada pembahasan sama sekali terkait penuntasan MoU Helsinki.
Pengamat intelijen senior Suhendra Hadikuntono mengkritisi tim tersebut karena dinilainya belum ada kinerja pergerakan sejak diinstruksikan Presiden Jokowi.
"Sudah tiga bulan. Jangankan solusi, satu kalimat pun tak ada yang dibahas," kata Suhendra, dalam keterangannya, Minggu, 26 April 2020.
Dia menjelaskan pentingnya penuntasan poin-poin MoU Helsinki yang belum direalisasikan. Suhendra bilang MoU Helsinki punya catatan sejarah sebagai perjanjian damai yang ditandatangani Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Pemerintah RI di Helsinki, Finlandia pada 15 Agustus 2006.
"Namun, hingga lebih dari 15 tahun setelah ditandatangani, masih banyak butir-butir MoU Helsinki yang belum dilaksanakan," jelas Suhendra.
Dia menyinggung pertemuan eks Petinggi GAM sekaligus Wali Nanggroe Aceh Tengku Malik Mahmud Al-Haythar dengan Presiden Joko Widodo serta Moeldoko di Jakarta pada 13 Februari 2020. Usai pertemuan itu, Jokowi menginstruksikan Moeldoko agar persoalan MoU Helsinki yang masih mengganjal bisa diproses dalam tiga bulan ke depan.
"Sampai saat ini kinerja tim yang dipimpin Pak Moeldoko tidak move on," tutur Suhendra.
Pun, ia mempertanyakan bila alasan belum ada pembahasan karena wabah Corona Covid-19. Sebab, setidaknya dengan cara efisiensi work from home serta teleconference bisa membahas poin-poin yang dipersoalkan.
"Apalagi instruksi Presiden Jokowi keluar jauh sebelum wabah Covid-19 datang," lanjut Suhendra yang juga termasuk tokoh perdamaian Aceh.
Dia menjelaskan, setidaknya ada 60 persen butir dalam MoU Helsinki yang sampai sekarang belum terealisasikan. Persoalan ini yang berimbas terhadap pembangunan di Aceh masih relatif stagnan. "Antara lain soal suku bunga, migas, dan lain-lain," jelas Suhendra.
Suhendra mengaku juga sudah berkomunikasi dengan Wali Nanggroe Aceh Tengku Malik Mahmud Al-Haythar. Ia mengingatkan lagi pentingnya peranan MoU Helsinki bagi bangsa Indonesia.
Salah satunya, letak strategis Aceh yang berada di zona ekonomi. Hal ini mengacu letaknya yang dekat dengan Kepulauan Andaman dan Nikobar di India.
Daerah Serambi Mekah itu juga berbatasan dengan Teluk Benggala di sebelah utara. Pun, berdekatan dengan Samudera Hindia di sebelah barat serta Selat Malaka di sebelah timur.
"Aceh berbatasan langsung dengan negara Malaysia, Thailand, Singapura, Myanmar dan India. Setiap hari ada ratusan kapal yang melewati perairan Aceh yang seharusnya bisa dimanfaatkan dari sisi ekonomi," ujarnya.
Menurut dia, dalam persoalan ini, pemerintah RI di Jakarta bisa proaktif. Kata dia, kesabaran masyarakat Aceh harus dihargai dan diperhatikan. Sejak jaman perjuangan kemerdekaan RI, Aceh sudah bergerak dengan deretan tokoh pahlawannya. .
"Ingat, ketika penjajah sudah merasa menang, di Aceh ada sebuah stasiun radio bernama Rimba Raya yang tetap menyatakan Indonesia masih ada, sehingga penjajah dan sekutunya kebingungan saat itu," jelasnya.
Sebelumnya, Presiden Jokowi menunjuk Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko untuk membantu percepatan implementasi persoalan MoU Helsinki antara pemerintah RI dengan GAM yang disepakati 15 tahun lalu itu.
Moeldoko, saat itu, mengatakan dalam waktu tiga bulan ke depan, ia akan berupaya menjalin koordinasi dengan tim dari Aceh. Koordinasi ini diperlukan agar menemukan formula dan solusi menyangkut harapan masyarakat Aceh.
"Dalam tiga bulan ke depan sudah ada formula-formula yang bisa menjadi solusi. Kami akan bekerja intensif dengan tim dari Aceh. Kita bersama-sama untuk membuat langkah-langkah," ujar eks Panglima TNI itu di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis, 13 Februari 2020.